Koin Seratus Rupiah berusaha meyakinkan dan mengajak koin Dua Ratus Rupiah yang tadi memberikan informasi. Koin Dua Ratus Rupiah terdiam sejenak, ia berpikir ide koin Seratus bisa dipertimbangkan.
“Tapi, bagaimana caranya.”
Koin Dua Ratus melontarkan pertanyaan yang membuat koin Seratus Rupiah kembali berpikir.
“Kita pindah jiwa saja.”
“Pindah jiwa?”
“Pindah jiwa sekarang susah, terlalu banyak yang harus disiapkan berkasnya, belum lagi nanti ada tetek bengeknya” ujar koin Dua Ratus Rupiah.
“Atau kita protes saja.”
Kali ini koin Seratus Rupiah mengeluarkan ide yang sedikit berani. Mungkin ia terinspirasi dengan adanya unjuk rasa di sebuah daerah beberapa waktu yang lalu.
“Tambah susah itu.”
“Mau unjuk rasa langsung, kita kecil. Lewat aspirasi, belum ada perkumpulan yang mewakili kita”
Koin Dua Ratus Rupiah masih belum tahu bagaimana caranya agar kaum seperti mereka bisa migrasi ke lokasi yang bisa menerima mereka.
Akhirnya koin Seratus Rupiah dan koin Dua Ratus Rupiah terdiam seribu bahasa. Tidak ada lagi yang bisa mereka utarakan.Pikiran mereka mampet seperti saluran air di Jakarta ketika hujan lebat turun.
**