Di Bawah Bianglala
Syabaharza-screenshot-
“Apa alasan kamu setuju dengan bangunan ini, kuman?” tanya anjing hitam kepada kuman.
“Dengan adanya bangunan ini, aku jadi lebih mudah berkembang biak ke tubuh manusia, karena manusia itu terkadang setelah memegang semua fasilitas yang ada di sini langsung makan dan minum tanpa mencuci tangannya, padahal di sanalah kami berdiam diri,” kuman menjelaskan dengan panjang lebar.
Anjing hitam manggut-manggut.
“Kalau kamu kenapa tidak memihak kedua-duanya, siput tua?” kali ini anjing hitam bertanya kepada siput tua.
Walau sedikit agak kaget, siput tua yang rumahnya retak itu tetap menjelaskan.
“Sebenarnya aku benci dengan kuli bangunan yang membuat wahana ini, karena sudah menginjak rumahku sampai retak seperti ini. Tapi di sisi lain aku juga senang karena semenjak ada bangunan ini, aku mendapat banyak tempat untuk bersembunyi tanpa takut terinjak lagi,” siput tua menjelaskan dengan panjang lebar juga.
Anjing hitam kembali manggut-manggut.
“Sekarang apa alasanmu tidak setuju dengan bangunan wahana ini, cing” tanya anjing hitam kepada cacing tanah.
Mendapat pertanyaan itu, cacing tanah terdiam. Mukanya mendadak murung. Ia seperti sangat bersedih.
“Aku benci dengan mereka, karena sudah membunuh anggota keluargaku” cacing tanah mulai bercerita dengan wajah yang masih sendu.
“Mereka sangat biadap dan keji. Anggota keluargaku dimutilasi dengan cangkul mereka dan setelah itu mereka membuang potongan tubuh anggota keluarga secara brutal,” cacing tanah meneruskan ceritanya. Kali ini suaranya bergetar seperti menahan perasaan sedih dan dendam.