Keris dan Harta Depati Amir

Akhmad Elvian-screnshot-

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan 

Penerima Anugerah Kebudayaan

 

KERIS bagi masyarakat Bangka sangat penting, terutama untuk penjagaan atau perlindungan diri atau simbol diri. Pada masyarakat Bangka sering disebut dengan PEGAMEN. 

-------------

KERIS juga digunakan di Bangka sebagai senjata, terutama pada saat perang. Dalam catatan sejarah, Keris Sekin atau keris berukuran kecil, bahkan menjadi simbol pengangkatan seseorang menjadi kepala rakyat di Pulau Bangka. Dalam buku Semaian 2 Carita Bangka, Het Verhaal Van Bangka Tekstuitgave Met Introductie En Addenda, E.P. Wieringa, 1990, Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-azie en Ocianie Rijsuniversiteit te Leiden halaman 90 dan halaman 91 dijelaskan, sebagai tanda pengangkatan Rangga atau Keranggan oleh sultan Palembang, Rangga dikaruniai Satu kupiah emas (bersulam emas), Satu bilah keris, Empat tombak dan Satu tepak (ipoh), tanda menjadi kepala (raja kecil yang bebas atau vryheren) di Pulau Bangka. Keberadaan Keris juga dapat dilihat pada gambar lukisan “Depati Bahrin dan Pengikutnya/Keluarganya”, dari buku Schiderungen Aus Ostindiens Archipel, yang ditulis oleh Franz Epp dan diterbitkan Tahun 1841. 

Pada Tahun 1836, Franz Epp, seorang Jerman ahli pengobatan, diberikan kesempatan oleh Depati Bahrin berkunjung ke rumahnya dan diberikan waktu untuk melukis Depati Bahrin dan keluarganya di village of Depatti Bahrin yaitu di kampung Mendara. Depati Bahrin pada saat dilukis berusia sekitar 61 Tahun (Bahrin, Lahir sekitar Tahun 1775 dan wafat Tahun 1848), sedangkan Amir pada waktu itu sebagai putera Sulung Bahrin masih berusia muda sekitar 38 Tahun (Amir, Lahir Tahun 1798 dan wafat Tahun 1869), sedangkan Hamzah atau Depati Tjing pada saat itu masih kecil berusia sekitar 3-4 Tahun sehingga tidak dilukis secara bersamaan (Tjing, Lahir Tahun 1832 dan Wafat Tahun 1903).  

Dalam lukisan tampak Tangan Kanan Depati Bahrin menunjuk ke samping dengan posisi menenteramkan, sedangkan tangan kirinya memegang hulu keris yang terikat di sabuk semacam ikat pinggang dan dengan keris yang tersarung cukup panjang mendekati bagian bawah pahanya. Sementara di sisi kiri Depati Bahrin dilukis Putera sulungnya  Amir dengan tangan kanannya memegang hulu pedang serta tangan kirinya memegang bagian pedang yang bersarung. Panjang pedang tersebut sampai menyentuh tanah. Sementara itu lukisan di sisi kanan Depati Bahrin yaitu pengikut Depati Bahrin memeluk Keris ukuran Panjang sampai ke bawah lututnya. Menelisik bentuk keris yang dipakai Bahrin dan yang dipeluk oleh pengikut Bahrin, tampaknya seperti Keris Siwar Pendek sekitar 25-30 cm agak sedikit melengkung dengan dua sisi tajam dan Keris Siwar Panjang di atas 30 cm agak sedikit melengkung pada sisi yang tajam sedangkan bagian punggungnya tumpul. Siwar digunakan untuk menusuk dan atau untuk menyayat, biasanya diberi racun yang mematikan. Siwar menjadi keris yang umum digunakan di Bangka dan Belitung. 

Siwar merupakan jenis senjata tajam yang banyak digunakan di Kesultanan Palembang Darussalam termasuk di Pulau Bangka, hasil dari akulturasi budaya dari berbagai senjata tradisional yang ada di Nusantara. Siwar hampir mirip dengan Keris Tumbuklada dan mirip juga dengan Badik Bugis, akan tetapi Keris Siwar, tampilan dan bentuknya sangat sederhana. Sebagai benda Pegamen yang bertuah terbuat dari besi pilihan biasanya dalam aturan adat, keris juga menjadi benda yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, atau dari Rangga atau Tumenggung, Depati, Batin, Gegading dan Lengan ke Rangga atau Tumenggung, Depati, Batin, Gegading dan Lengan pengganti berikutnya. Keris juga diwariskan dari individu pemilikya dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa memandang status sosial di masyarakat

Keberadaan Keris di Pulau Bangka sebagai senjata dan simbol diri atau Pegamen dapat diketahui dari  buku Depati Amir, Perjuangan dan Pengabdian Lintas Pulau Tahun 1848-1869 yang ditulis Akhmad Evian dan Dien Madjid. Pada saat itu Depati Amir ditangkap Belanda dan Kerisnya juga ikut diambil. Berikut adalah kabar kejadian yang sebenarnya yang menceritakan tentang keadaan Depati Amir dan pengikutnya di dalam hutan hingga tertangkap dalam versi militer Belanda: 

Behoort bij missive van het Militaire Departement dd 12 Februarij 1851 No. 4 Afschrift Militair Kommandement Banka L: A/24 Lijk: twee, R, Bakem, den 31 Januarij 1851, Onderwerp: Nader rapport omtrent den stand van zaken op Banka, zijnde vervolg van dat van den 17 Januarij 1851 La A/19 In mijn rapport van den 17: La A/19, had ik de eer Uwe Hoogheid mede te deelen, dat Amir en Tjing door gebrek aan voedsel en den mende die zijn in de basschen hadden te verdiren tot onderwerping aan het gouvernement waren gedevangen. Uit het onderzoek door den Hoofddjaksa omtrent deze gebuirtenis gehouden is gebleken het volgende. Sedert den 29 December 1850, bevond zich Amir nagenoeg zonder voedsel in het Mindau Baratsche en was hem van daar aan alle zijden den doortagt daar patroilles en door barissan afgesloten. De laatsten vooral aangespoord door toegezegde beloaning op de uitleverking van Amir en voor geneenern tigen tegenstand meer bedicht zijnde, legden bij het apsparin van den hoofd muiteling eene groote valharding aan den dag. Vier onzer spionnen hadden dan ook Amir welden gevonden, doch werden door dezen overgehaald, om hem langs verborgen paden door onze troepen en barissans heen te brengen. Amir gaf den spionnen daarvoor eene kris eenen gouden zing en zes gulden zilveren specie. Evenwel bleek het, den spinnen en mogelijk te zijn, Amir voedsel te verschaffen en te doen ontsnappen; zij werden met Amir door een Detachement barissans aangevoerd door zekeren Machmoed ontmoet en gaven daarop den kris van Amir over, onder vaargeven dat zij die ten ticken van Amir’s onderwerping hadden ontvangen. Amir is vervolgens met tiwen gebonden naar Bakem gebracht, doch werd daar uit zijne banden ontslagen. Ik heb daaraan den waarnd,d Resident met den meesten aandrang de billijkheid betaagd, om uit aanwerking van de wijze waarop de zaagenaamde onderwerping, eigentlijk uitlevering van Amir geeft plaats gehad, de toegezegde belaoning van 1000 Sp: maten te verdeden, onder degenen die daartoe het meest hebben bijgedragen…..(ANRI; Bt 25 Maret 1851 nomor 13).

Maksudnya: Surat dari Komandan Militer Bangka kepada yang Terhormat Jenderal Infanteri, Komandan tentara Hindia Belanda di Batavia, Bakem, 31 Januari 1851. No. La A 124, Lampiran 2 (ANRI: Bt 25 Maret 1851 Nomor 13) Perihal: Laporan berikut mengenai peristiwa di Bangka, kelanjutan dari 17 Januari 1851, No La A/19, Dalam laporan saya tertanggal 17 Januari 1851, nomor La A/19, kepada Anda, kami beritahukan bahwa Amir dan Tjing kekurangan pangan dan menderita di hutan, hingga dipaksa menyerah kepada pemerintah. Dari penyelidikan oleh jaksa kepala mengenai peristiwa ini, terbukti sebagai berikut: Sejak 29 Desember 1850, didapati Amir hampir-hampir tanpa makanan di hutan Mendu Barat dan dari semua jalan yang langsung menuju ke sana telah ditutup oleh patroli dan barisan (pencari dan pemburu hadiah). Akhirnya diserukan, bahwa barang siapa yang sanggup menyerahkan Amir maka akan diberi hadiah, diizinkan dengan sungguh-sungguh dengan ketakutan yang sangat, dalam mencari dan menemukan kepala pemberontak itu. Hal ini dilakukan dengan ketabahan yang tinggi pada hari itu. Empat spion kami segera menemukan Amir, lalu mereka membujuknya untuk lewat jalan setapak rahasia yang kemudian dikawal oleh barisan dan tentara. Pada saat itu, Amir menyerahkan kepada para spion, keris, cincin emas dan 6 gulden uang Spanyol. Para spion tidak membawa makanan untuk Amir. Kemudian, kepala barisan, Mahmud, bertemu dengan Amir. Seketika Amir menyerahkan keris miliknya kepada Mahmud. Selanjutnya, Amir diikat dengan tali dan dibawa ke rumah Bakem. Oleh sebab itu, saya mendesak Residen setelah melihat kejadian penangkapan Amir yang sebenarnya. Disanggupi hadiah sebesar 1000 gulden uang Spanyol untuk dibagi bagi kepada mereka yang turut membantu. 

Keberadaan Keris Depati Amir hingga saat ini raib dan tidak kita temukan keberadaannya lagi. Dalam beberapa sumber, hanya disebutkan terkait harta Depati Amir kecuali Kerisnya. Misalnya Surat dari Residen Bangka Kepada Gubernur Jenderal di Batavia, Blinju 17 Januari 1851 No.I/A, ag:22/1-1851 No.864, Bt, 4 Februari 1851 No.3,…dinyatakan oleh Komandan Kapal Api Onrust (Kapal yang membawa Depati Amir ke Batavia) kepada Residen Batavia, bahwa ditangannya ada beberapa barang milik Amir berupa uang dan barang-barang berharga, saya harus berhati hati, satu dan lain hal tidak dikembalikan kepada Amir, sebelum Ia tiba ditempat pemisahannya (maksudnya Batavia). Selanjutnya pada butir 4 surat tersebut dinyatakan, bahwa Residen Batavia menyurati kepada penguasa seperti yang dimaksud sub 3 akan mengirim barang barang yang ada ditangannya, uang dan barang barang berharga untuk diberikan kembali kepada Amir (maksudnya Residen Timor tempat Amir dihukum buang). Selanjutnya Surat dari Residen Batavia kepada Menteri Negara Gubernur Jenderal, Batavia 22 Januari 1851, Nomor 241 (ANRI: Bt 4 Februari 1851 Nomor 3): “Dengan ini saya kabarkan kepada anda yang terhormat, bahwa pagi ini dari Bangka berlayar Kapal Api “Onrust” menuju Batavia dengan membawa kepala pemberontak Amir, ibunya bernama Dakim, istrinya bernama Imoer, saudara perempuannya bernama Ipa dan Sena, iparnya bernama Dindip, putra angkatnya bernama Baidin dan pembantunya bernama Mia. 

Tag
Share