Potensi Timah Bangka Belitung dan Pengelolaannya dalam Sudut Pandang Islam
Nurul Aryani-Dokumen Babel Pos-
Panjangnya rantai korupsi ini tidak terlepas dari diterapkannya kebijakan yang liberal kapitalistik yang lahir dari sistem hidup sekuler. Sistem ini menyebabkan pengelolaan sumber daya alam berjalan tanpa mengindahkan agama dan hanya berorientasi kepada pemilik modal.
BACA JUGA:Dakwaan Kasus Tipikor PT Timah Tbk, 2015-2022, Siapkan 30 Jaksa
Secara politik, peran negara amat minim dalam hal ini. Konsep reinventing government nampak dalam beberapa konsep misalnya pemerintah hanya sebatas regulator juga kemitraan pemerintah dengan swasta.
Akibatnya tata kelola tambang berjalan secara liberal (bebas), minim pengawasan, dan berorientasi keuntungan terutama kepada pemilik modal tanpa berorientasi melayani rakyat atau memenuhi kebutuhan rakyat. Dari sistem inilah korupsi lahir.
Tidak peduli kerusakan alam yang ditimbulkan yang terpikir adalah bagaimana mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Inilah konsep ekonomi kapitalistik yang hari ini diterapkan. Pengawasan negara yang kurang dan hukum yang tidak tegas atas para koruptor telah menjadikan korupsi tumbuh sporadis.
Pengelolaan Timah Dalam Sudut Pandang Islam
Islam sebagai aturan hidup yang sempurna telah memiliki pandangan yang khas dalam mengatur masalah tambang.
BACA JUGA:Cekal Semua yang Terindikasi Terlibat Tipikor Timah, Sandra Dewi Disorot!
Pertama, dalam sistem ekonomi Islam akan didudukkan perkara kepemilikan. Islam membagi kepemilikan berdasarkan kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Adapun terkait tambang jika tidak terbatas maka menjadi kepemilikan umum yang tidak boleh diberikan kepada negara. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal.
Saat itu, Abyad meminta kepada Rasulullah saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul pun membolehkannya. Namun, tidak lama kemudian, beliau diingatkan oleh sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan (bagaikan) air mengalir (ma’u al-‘idda).” Berkata (perawi), “Kemudian beliau saw menarik kembali tambang tersebut.”
Dalam hadis di atas ketika Rasulullah saw. mendapat informasi bahwa tambang itu sebagaimana air mengalir yakni melimpah ruah maka Rasul saw. segera mengambilnya kembali dari Abyad.
Begitu juga dengan potensi timah Babel yang melimpah ruah, pada tambang yang didalamnya timah itu sangat banyak maka tambang tersebut harus dikelola negara secara amanah dan hasilnya harus dirasakan oleh rakyat.
Artinya, timah Babel tidak akan dibiarkan hanya dinikmati oleh segelintir golongan melainkan harus bisa dinikmati oleh masyarakat secara keseluruhan. Ini adalah salah satu solusi agar korupsi tidak akan bisa dijalankan secara berjamaah atau kongkalikong.