Potensi Timah Bangka Belitung dan Pengelolaannya dalam Sudut Pandang Islam

Nurul Aryani-Dokumen Babel Pos-

KASUS dugaan megakorupsi timah telah menjadikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai fokus perhatian publik. Sejauh ini sudah ada sebanyak 22 tersangka yang ditetapkan oleh Kejagung. Nilai kerugian negara kini mencapai angka Rp 300 triliun dan diprediksi masih akan terus naik. (CNBC Indonesia, 30/05/24)

Provinsi Bangka Belitung dengan luas wilayah hanya 0,86% dari total luas Indonesia, memang telah menjadi provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia dan urutan keempat di dunia. 

Oleh Nurul Aryani (Aktivis Dakwah Bangka Belitung)

Sebanyak 90 persen produksi timah nasional berasal dari provinsi kecil ini. Sumber daya timah di Bangka Belitung sangat besar, potensi bijih timahnya pada 2021 mencapai 6 miliar ton. (CNN Indonesia, 04/04/2024)

Dengan potensi timah yang besar, pulau kecil ini mengalami eksploitasi yang sangat parah. Sebanyak tiga per empat dari luas wilayahnya masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) skala besar maupun inkonvensional. 

BACA JUGA:Tersangka Tipikor Megakorupsi Pt Timah Tbk, Hanya Sebatas Harvey?

Hal ini menjadikan Provinsi Bangka Belitung berada di urutan tertinggi dengan kondisi lahan rusak dan sangat kritis yakni mencapai 1.053.253,19 hektar atau 62 persen dari luas daratan Babel (Walhi.or.id, 24/10/17).

 

Akar Masalah Korupsi Timah

Pengamat Pertambangan Bangka Belitung Bambang Herdiansyah mengatakan adanya keberadaan pihak yang bertindak sebagai kolektor timah dan permainan penerbitan dokumen dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan ditenggarai menjadi penyebab utama terjadinya korupsi SDA timah (Pelita.online, 26/10/23).

BACA JUGA:Kerugian Negara Rp 300 T Tipikor di PT Timah Tbk, BPKP Dukung Kejagung

Mengutip dari Tempo, dugaan korupsi timah dimulai dari dugaan PT Timah yang seharusnya melakukan penindakan terhadap kompetitor, justru menawarkan pemilik smelter untuk bekerja sama. Perusahaan-perusahaan itu kemudian menambang timah secara ilegal di IUP PT Timah. Komplotan juga membentuk tujuh perusahaan boneka yang beroperasi di wilayah itu.  

Kerja sama disembunyikan dengan surat kerja sama sewa smelter yang dibuat oleh para direksi PT. Timah. Dokumen lainnya yang dipegang oleh salah satu perusahaan swasta juga Surat Perintah Kerja (SPK) borongan pengangkutan sisa hasil mineral agar bijih timah yang ditampung dari perusahaan boneka terkesan legal. (Tempo, 06/04/24).

Pemberian konsesi tambang kepada pihak swasta juga telah membuka berbagai celah korupsi. Swasta akhirnya diberi kesempatan mengelola tambang dan justru menjadi kompetitor yang merugikan negara. 

Tag
Share