WALIKOTA WALIKOTA PANGKALPINANG (Bagian Dua)

Para Walikota Pangkalpinang-screnshot-

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

SAAT ini BNI Pangkalpinang berkembang dengan pesat dengan wilayah kerja meliputi Pulau Bangka dan Pulau Belitung, kemudian untuk mempermudah nasabah dalam penarikan uang tunai, BNI Cabang Pangkalpinang, membangun ATM yang tersebar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 

---------------------

KEMUDIAN selanjutnya berdiri pula Bank Dagang Negara (BDN) yang membuka cabang di Pangkalpinang. Perkembangan perbankan di Kota Pangkalpinang berlanjut dengan berdirinya Bank Bumi Daya (BBD) Cabang Pangkalpinang pada tahun 1969. Pada tahun 1998 berdiri PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Pangkalpinang yang merupakan hasil Merger 4 bank BUMN yaitu Bank Dagang Negara (BDN) Bank Bumi Daya (BBD), Bank Ekspor Impor Indonesia (BEII) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), sedangkan bangunan yang digunakan untuk Bank Mandiri adalah gedung bekas Legacy Bank Dagang Negara (BDN) yang dibangun Tiga lantai pada Tahun 1986 yang terletak di sisi Selatan bekas Firma Koe Khian Lan. 

Pada masa Walikota Kotapraja Pangkalpinang M. Saleh Zainuddin dan dalam rangka penataan wilayah Kotapraja Pangkalpinang, wilayah pemerintahan yang semula terdiri atas 6 Blok (55 kampung) dimekarkan menjadi 12 blok yakni masing-masing 6 blok berada pada tiap Wilayah Keasistenan Wedana Kota. Blok I sampai Blok VI berada dalam wilayah keasistenan wedana Kota Pangkalpinang I kemudian Blok VII sampai Blok XII berada dalam wilayah keasistenan wedana Kota Pangkalpinang II. Penataan wilayah ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kotapraja Pangkalpinang Nomor 17/UD/07/Kepts/1963. 

Pada masa M. Saleh Zainuddin, masyarakat yang berlokasi di Jalan Baru (Jalan Ahmad Yani) di pinggir Sungai Rangkui, Blok III Pangkalpinang pada awal tahun 1964, bergotong royong membangun sebuah masjid di atas tanah yang dibeli dari seorang Cina dari Kampung Kacung Mentok, melalui rekomendasi dari Walikota M. Saleh Zainuddin dan Bupati Bangka, M. Syafrie Rachman. Sejak tahun 1964-1968 dilakukan pembangunan dan renovasi terhadap masjid dan dikerjakan secara bergotong royong oleh masyarakat, kemudian dari segi pendanaan, banyak diperoleh dana dari sumbangan pengusaha Hamidin, Pimpinan CV Tiga Sekawan dan dari Firma yang dipimpin oleh H. Abdul Aziz Machmud, sehingga masjid tersebut sampai sekarang diberi nama Masjid Al-Aziz.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor Up/10/I/M-220 tanggal 21 Februari 1968, M. Saleh Zainuddin digantikan oleh Drs. Rustam Effendi (masa pemerintahan pada tahun 1967-1972). Pada masa Pada masa Drs. Rustam Effendi sebagai Walikota Kotapraja Pangkalpinang dan setelah berselang beberapa tahun bergabung dalam Wilayah Provinsi/Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, dan mengingat kondisi wilayah Bangka Belitung yang secara geografis terpisah oleh Selat Bangka dengan induknya Provinsi Sumatera Selatan yang berada dalam wilayah pulau Sumatera, maka sejak Tahun 1966 dan Tahun 1969, rakyat Bangka Belitung mulai berjuang untuk membentuk provinsi sendiri, terpisah dari Provinsi/Daerah Tingkat I Sumatera Selatan. Perjuangan pembentukan Provinsi Bangka Belitung merupakan jiwa serta aspirasi masyarakat Bangka Belitung termasuk masyarakat Pangkalpinang dan tercermin dari pernyataan dalam Naskah Perdjoangan Propinsi Bangka Belitung: 

“Sebagaimana lazimnya pulau-pulau di sekitar sebuah pulau raksasa, yang praktis sama saja dengan daratan atau Continent, Bangka-Belitung, yang dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya, merupakan satu gugusan pulau-pulau tersendiri, telah senantiasa dianggap dan menjadi embel-embelan saja dari induknya (bandingkan pulau Sumatera dengan luas areal 439.000 km persegi dengan Daerah Kepulauan Bangka Belitung yang hanya mempunyai areal seluas 16.681,7 km persegi. Ia sering-sering terlupakan sama sekali, hanya diopeni jika terlalu diganggu orang, sakit atau dalam kesusahan dan ditegor, kalau tak patuh atau nakal. Padahal Ia bukanlah hanya terdiri atas beting-beting atau pulau-pulau kering tandus, gugusan karang yang tak berarti apa-apa” (Sjarif, dkk:1969:13). 

Rakyat Bangka Belitung berjuang untuk meningkatkan status wilayah Keresidenan Bangka Belitung menjadi wilayah provinsi atau Daerah Tingkat I yang otonom, terpisah dari wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Usulan untuk memperjuangkan Bangka Belitung menjadi provinsi telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRDGR) Kabupaten Bangka ditanda tangani oleh A. Razak, DPRDGR Kabupaten Belitung ditanda tangani oleh A. Hamid Achmad, dan DPRDGR Kotamadya Pangkalpinang ditandatangani oleh Bakri, H. Usman, serta telah direstui oleh Bupati Kepala Daerah Kabupaten Bangka, M. Arub, S.H., Bupati Kepala Daerah Kabupaten Belitung, H.A. Hanandjudin dan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Pangkalpinang, Drs. Rustam Effendi. 

Tuntutan untuk membentuk provinsi sendiri didasarkan atas kepentingan peningkatan kesejahteraan rakyat, untuk lebih mengintensifkan dan melancarkan jalannya pemerintahan, serta menuntut keadilan sejarah, sebab Daerah Tingkat I/Provinsi Sumatera Selatan yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 (Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 1959), terdiri dari Empat Keresidenan yaitu Keresidenan Palembang, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung dan Keresidenan Bangka Belitung, pada perkembangannya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1964 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964, telah dimekarkan yaitu Keresidenan Lampung menjadi Provinsi Lampung, dan selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967, Keresidenan Bengkulu dimekarkan menjadi Provinsi Bengkulu lepas dari Provinsi Sumatera Selatan. Satu-satunya Keresidenan yang masih bergabung di Provinsi Sumatera Selatan dan belum memisahkan diri hanyalah Keresidenan Bangka Belitung. 

Keinginan dan aspirasi masyarakat Bangka dan Belitung untuk menjadi provinsi sudah lama dan menyeluruh di keresidenan Dua pulau ini sejak lama, bahkan sebelum Tahun 1966 dan 1969 yaitu pada Tahun 1956, akan tetapi perjuangan dan upaya untuk menjadi provinsi pada waktu masih belum tertib dan terarah, belum diformalkan secara resmi  terutama melalui jalur pemerintahan yang resmi. Tonggak awal perjuangan pembentukan provinsi Bangka Belitung, kemudian terus bergelora dan desakan masyarakat semakin kuat dan akhirnya pada Tahun 1966 diangkat sebuah komisi khusus guna membentuk Badan Penyelenggara Pembentukan Panitia Persiapan Provinsi Bangka Belitung dengan Surat Keputusan DPRD Gotong Royong Kabupaten Bangka Npmpr 2/KP/DPRGR/1966, Tanggal 28 Maret 1966. Berdasarkan catatan-catatan di atas, maka sesuai dengan kejadian perkembangan, pengalaman dan aspirasi daerah dan rakyat, maka pada Tahun 1969, rakyat Bangka dan Belitung mengajukan kepada pemerintah yang berwenang kiranya pemerintah dapat mengusahakan segera terbentuknya Provinsi/Daerah Tingkat I Bangka Belitung, yang meliputi Daerah-daerah: Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kotamadya Pangkalpinang, sebagai daerah otonom sendiri, terpisah dari propinsi Sumatera Selatan. Akan tetapi usaha dan upaya ini belum berhasil, baru kemudian di era Reformasi, berdasarkan Undang Undang Nomor 27 Tahun 2000, wilayah yang dulunya merupakan wilayah Keresidenan Bangka Belitung ditetapkan sebagai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pada masa Drs. Rustam Effendi sebagai Walikota Kotapraja Pangkalpinang pada tahun 1970 dibangunlah kompleks Pasar Pagi yang terletak di  Jalan Batin Tikal oleh Dinas Pekerjaan Umum. Pasar ini dibangun untuk mengurangi kepadatan yang mulai terasa di sekitar Pasar Pembangunan yang berada di dekat eks bioskop Banteng, sedangkan fungsinya di samping untuk Los penjualan diharapkan pasar ini juga berfungsi sebagai grosir dan pasar tradisional. Drs. Rustam Effendi kemudian digantikan oleh H. Masdan, SH selaku Caretaker Walikota Kotapraja. Di bawah Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 ditunjuklah 5 orang anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) sebagai Pembantu Walikotamadya dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 017/Kpts/1968. Anggota BPH tersebut berasal dari unsur Sekber Golongan Karya, IPKI, Muhammadiyah, PSII dan Nahdatul Ulamah (NU). 

Tag
Share