Dari Himpitan Kehidupan, Gangguan Kejiwaan hingga Penyelesaian Islam
--
Oleh Nurul Aryani
Aktivis Dakwah Islam, Penulis dan Pendidik
Mari kita menarik nafas yang dalam untuk kehidupan yang semakin terasa sesak. Beban hidup yang kian berat akhirnya menekan juga di kepala bahkan menekan jiwa. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB), Kabupaten Bangka Selatan, Slamet Wahidin mengatakan sampai semester pertama tahun 2025 tercatat sebanyak 354 orang menjadi ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa).
Mayoritas diderita oleh kaum laki-laki dengan 263 kasus dan 91 kasus diidap kaum perempuan. Menurutnya, ratusan warga itu masuk kategori ODGJ karena berbagai permasalahan ekonomi dan sosial. Mulai dari beban hidup, ekonomi, sosial, percintaan, ketidakmampuan untuk mengelola emosi sehingga mengalami stres berat dan kesehatan mentalnya terganggu. Akibatnya kejiwaan mereka terganggu dan menyebabkan timbulnya kasus ODGJ baru setiap tahunnya. (BangkaPos, 25/06/2025).
Gangguan kejiwaan tentu tidak berdiri sendiri, banyak faktor yang saling berkelindan yang menjadi pemantiknya. Mulai dari faktor biologis seperti genetik, ketidakseimbangan zat kimia di otak hingga penyakit kronis atau cedera di otak.
Bisa juga disebabkan oleh faktor psikologis seperti trauma masa kecil, stres, atau pola pikir negatif. Berikutnya dapat dipicu juga oleh faktor sosial misalnya, kurangnya dukungan sosial, lingkungan yang tidak mendukung hingga beban kehidupan dan kemiskinan.
Berbagai faktor ini bisa saling mempengaruhi dan menyebabkan gangguan kejiwaan. Sebab, gangguan kejiwaan tidak selalu disebabkan oleh satu faktor namun bisa beberapa faktor. Tentunya sangat personal dan butuh pemeriksaan dari ahlinya.
//Benang Merah Gangguan Kejiwaan dengan Beban Kehidupan
Himpitan kehidupan seperti kemiskinan tidak dapat dipungkiri telah menjadi faktor penyebab gangguan kejiwaan. Sebagaimana dilansir dari The Recovery Village, seseorang yang mengalami kemiskinan berisiko dua kali lebih besar mengidap depresi dibandingkan mereka yang tidak mengalami masalah ekonomi. Bahkan, sebuah penelitian di tahun 2013 dalam jurnal Science, menuliskan bahwa kemiskinan dapat memengaruhi kognitif seseorang. Ini termasuk dengan kemampuan pengambilan keputusan yang semakin buruk. (Halodoc, 12 Juli 2022).