CERPEN MARHAEN WIJAYANTO: Surga di Telapak Kaki Ayah

Ilustrasi-Canva-

“Dengan rokok kita bisa melawan penatnya hidup dengan bijak. Lelaki tanpa rokok sama saja  bukan lelaki. Lelaki dan rokok adalah satu. Lelaki adalah rokok, rokok adalah lelaki!” seru ayah.

 

“Ternyata ceritamu tentang rokok dan perang di Gaza lebih menarik minatku, dibandingkan istrimu yang hamil dengan lelaki mudanya, John, haha!” ujar sahabat ayah.

 

Ayah ikut terbahak. Tampaknya dia berhasil menang melawan berita miring yang terjadi di rumah kami. Seketika ayah dan sahabat kembali bercengkerama. Mengkritik, menghujat, atau menulis tentang kebobrokan kebijakan luar negeri menjadi topik biasa di rumah kami. 

 

Di koran nasional, anak kecil kehilangan orang tuanya yang ada di reruntuhan bangunan. Esoknya dia  berhasil dievakuasi dengan simbah darah di kepalanya. Kawanan regu penolong mengelap darah itu. Namun karena lukanya terlalu lebar, terpaksa ia dilarikan ke reruntuhan rumah sakit Jalur Gaza milik Indonesia yang sudah tak berbentuk. 

 

“Kamu punya rumah yang teduh, sedangkan mereka tinggal di lubang-lubang sempit. Hanya sekadar menghindar dari bom atau serangan rudal. Kamu punya harapan esok untuk menebar benih kebaikan, sedangkan mereka tak mendapat kabar kepastian, besok masih hidup atau mati.”

 

Betapa nikmatnya hidup di negara yang apa-apa rakyatnya minta disuapin pemerintah dengan BLT. Sistem di negara yang selalu saja menciptakan ikan-ikan, bukan menciptakan pancing. 

Harapan selamat di Gaza seperti barang mahal. Berbeda dengan kanan kiri rumah kami yang dipenuhi ibu-ibu sedang ngerumpi.

 

Mereka terlalu menikmati kebijakan pemerintah yang  memanjakan rakyatnya  dengan bantuan langsung tunai. Hingga yang keluar dari mulut mereka adalah kondisi rumah tangga kami yang mereka anggap justrru lebih kacau dibanding Jalur Gaza.

 

Tag
Share