CERPEN MARHAEN WIJAYANTO: Surga di Telapak Kaki Ayah

Ilustrasi-Canva-

 

Ayah sudah seperti rumah bagi kami. Beliau seteduh rumah yang kami tiggali. Membuat kami nyaman. Kami  seperti beberapa burung cantik peliharaan ayah berkicau dan bernyanyi, menemani ayah melupakan beban hidup keluarga semenjak ibu pergi beberapa bulan lalu. Adakalanya jua teman lama ayah menyambangi sembari membawa burung beo yang sangat pandai bernyanyi. Burung itu jarang bernyanyi lagu sendu, hingga ayah tak pernah hirau dengan pertanyaan kawan tentang perkawinan kedua ibu dengan suami mudanya. 

 

“Istrimu hamil, John!” seru sohib ayah.

 

“Di Gaza kemarin ada wartawan Indonesia disandra. Katanya dia aktor penting dibalik terbongkarnya rencana serangan musuh,” jawab ayah.

 

Lagi-lagi ayah tersenyum tipis. Dia  sama sekali tak mempan atau tersinggung dengan pertanyaan kawan atau gunjingan sana-sini yang bertanya, “Kenapa ibu hamil lagi?” Peristiwa yang terjadi pada kami bagi orang lain mungkin tragedi, namun tragedi sebenarnya bagi ayah adalah apa yang terjadi di Jalur Gaza, bukan di rumah kami. 

 

Malahan berita penyanderaan wartawan di Jalur Gaza membuat adrenalin  baca koran nasional semakin bertambah, mengalahkan berita ibu yang hamil oleh suami mudanya. Minat ayah pada tragedi kemanusiaan benar-benar melumpuhkan kesedihan demi kesedihan yang seharusnya dirasakan.

 

Dari orang penting hingga penjual ikan keliling serasa dibuat kompak membahas keadaan di Gaza. Bagi ayah, itulah yang  membuat kami lebih paham arti penting kehidupan. 

 

“Suatu beban akan menjadi berat ketika kita menganggap sebuah masalah jadi penghalang untuk maju.” 

“Tapi istrimu sudah mau melahirkan, John!” 

Tag
Share