Rakyat Babel Menggugat Timah (Bagian 2 dari 2 tulisan): Tuntutan Kongres Rakyat
Safari Ans-screnshot-
Para penambang rakyat, tahu dan paham betul bahaya radioaktif ini. Sehingga para penambang membungkus kemaluan mereka ketika menambang. Mereka mengatakan, bisa impoten apabila kemaluan tidak dibungkus dengan plastik. Kebanyakan gigi mereka juga rontok (kendati masih muda) karena minum air terkontaminasi radioaktif. Kini sebaran radioaktif itu telah menjadi limbah lingkungan hidup di Babel hingga kini. Air minum dan mandi warga bercampur radioaktif. Apalagi banyak perumahan warga berdiri di atas bekas tambang timah. Mereka menggunakan air sumur dan air kali yang sudah tercemar radioaktif untuk kebutuhan sehari-hari. Tak hanya air, tanaman apapun di wilayah bekas tambang timah, penulis yakin telah terkontaminasi radioaktif itu pun, telah mempengaruhi proses ekologinya.
Berkait dengan kerusakan lingkungan hidup ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memberi laporan bulan Mei 2024. Menurut mereka masih ada 12.607 kolong bekas galian tambang timah yang belum direklamasi dengan luas mencapai 15.579 hektar. Hal itu diakui oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Babel, bahwa lahan kritis mencapai 20.078 hektar. Mandeknya reklamasi ini harus diselesaikan secara bijaksana. Sebab pagu anggaran yang disisihkan penambang yang kini danya dikelola Kementerian ESDN, tidak sesuai lagi. Anggaran yang tersedia, tidak cukup untuk biaya reklamasi. Terlalu kecil, jadi tidak ada pihak yang berminat, termasuk pihak Provinsi Kepulauan Babel sendiri.
KONGRES RAKYAT BABEL
Sadar akan bahaya lingkungan hidup akibat tambang timah itu, membuat aktivis lingkungan hidup telah memberikan peringatan. Bahkan Walhi telah menyurati Presiden Joko Widodo agar menyetop tambang timah di Babel. Mereka menilai, kondisi kerusakan lingkungan di Babel sudah sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat Babel sendiri. Apalagi Walhi menilai kerusakan lingkungan di Babel sudah sangat membahayakan 1,5 juta penduduk Babel saat ini. Tapi surat mereka tidak mendapat tanggapan. Institut Pertanian Bogor pun berhasil menghitung kerugian ekologi itu senilai Rp 271 triliun. Angka itu sudah menjadi fakta hukum yang diumumkan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia.
Kini, tokoh-tokoh Babel sedang membicarakan, kerugian tersebut. Kali ini masyarakat Babel, tak mau diam membisu. PT Timah Tbk harus bertanggung jawab. MIND ID sebagai pemilik 65% saham PT Timah Tbk, harus bertanggung jawab. Pemerintah Pusat sebagai pemegang 100% saham MIND ID harus bertanggung jawab. Jika Presiden dianggap sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara juga harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi di akhir masa Pemerintahannya harus memenuhi janjinya. Karena masyarakat Babel dua kali Pilpres (tahun 2014 dan 2019) telah memilih Jokowi dengan suara kemenangan di atas 60%. Janji tinggal janji.
Presiden Jokowi memang tidak peduli dengan masyarakat Babel. Ia lebih peduli dengan rakyat Papua. Buktinya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diberi saham pada PT Freeport Indonesia juga dibawah holding MIND ID. Walaupun pemberian saham itu melalui pemberian kredit, dimana BUMD Papua mencicil nilai harga saham yang diterima dibayar melalui dividen PT Freeport Indonesia yang mereka dapatkan. Sungguh bijaksana. Padahal wilayah operasi tambang Freeport hanya secual luas tanah Papua. Kalau luas wilayah tambang timah di Babel sudah mencapai 23% untuk tambang timah, termasuk milik PT Timah Tbk, alias milik MIND ID, alias milik Pemerintah Pusat.
Kini Kongres Rakyat Babel akan digelar dalam waktu dekat. Mereka akan menuntut ganti rugi akibat kerusakan lingkungan hidup hingga mencapai Rp 271 triliun. Penulis menyarankan agar Kongres Rakyat Babel harus bebas dari intervensi kepentingan politik. Apalagi saat ini sedang demam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Baik pemilihan Gubernur maupun Bupati dan Walikota. Biarlah kongres ini murni kehendak rakyat dan masyarakat Babel.
Menyongsong Kongres Rakyat Babel tersebut, penulis menyarankan setidaknya 5 hal utama. Pertama, minta agar MIND ID menghibahkan 14% sahamnya di PT Timah Tbk kepada Babel. Kedua, meminta kepada Pemerintah Pusat agar menaikan royalti timah dari 3% saat ini menjadi 10%. Ketiga, memperbesar CSR kepada masyarakat Babel dan mempermudah penyalurannya. Keempat, meminta agar di Babel ada Dana Abadi Daerah (DAD) yang diambil dari pembelian pasir timah di Babel. Kelima, meminta agar setiap transaksi ICDX dan kontrak Bursa Berjangka timah menyisihkan sedikitnya 2,5% dari jumlah transaksi untuk disimpan untuk perbaikan lingkungan hidupndi Babel.
Jika lima tuntutan Kongres Rakyat Babel terpenuhi, penulis yakin Pemda dan Rakyat Babel akan hidup makmur dan sejahtera. Sehingga tambang timah ilegal bisa dihindari, karena rakyat Babel sendiri akan menjadi polisi yang melarang warganya melakukan tambang timah secara haram. Semoga berhasil. Bravo.*