Rakyat Babel Menggugat Timah (Bagian 2 dari 2 tulisan): Tuntutan Kongres Rakyat
Safari Ans-screnshot-
Oleh: Safari Ans.
Wartawan Senior dan Salah Satu Tokoh Pejuang
Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
”SEJAK artikel “Kerugian Korupsi Dikonversi Saham Timah 14%”, banyak tokoh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengajak ngopi penulis sekedar diskusi kecil bagaimana merumuskan agar kerugian lingkungan hidup itu, terbayarkan secara signifikan. Salah satunya MIND ID harus hibahkan 14% sahamnya di PT Timah Tbk, dan Pemerintah Pusat harus naikan royalti timah dari 3% menjadi 10%. Serta menaikan CSR (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat di Bumi Serumpun Sebalai.”
----------------
KESAL. Geram. Sederet makian para tokoh Babel yang menemui penulis di Jakarta. Bagaimana tidak, Jaksa Agung telah mengumumkan kerugian lingkungan hidup di Babel (karena timah putih hanya di Babel) mencapai Rp 271 triliun. Itu fakta yang sulit dipatahkan. Bahkan hingga kini tidak ada pihak yang membantah kerugian lingkungan hidup itu. Itu pidana lingkungan yang dimotori oleh PT Timah Tbk anak perusahaan MIND ID, yang notabenenya harus melindungi lingkungan hidup menjadi agen pembangunan daerah dimana dia berada. Sedangkan kerugian tindak pidana korupsi (tipikor) bernilai Rp 29 triliun. Total kerugian negara (baca: Babel, Red) mencapai Rp 300 triliun. Itu pernyataan hukum Jaksa Agung yang telah diumumkan di media massa.
Diantara tokoh Babel itu ada Agus Adaw pejuang pembentukan Provinsi Kepulauan Babel, dan Wirtsa Firdaus sebagai pemerhati timah, dan Ibnu Hajar (aktivis muda dari LSM). Kami ngopi di Pondok Cabe Pamulang. Lalu, minggu lalu Muchtar Motong (Tarek), Suryadi Saman (mantan Wakil Gubernur Babel). Kami ngopi di Temu Rasa Situ Gintung Ciputat. Mereka mengungkapkan kemarahanya. Apalagi Suryadi Saman, mantan Wakil Gubernur Hudarni Rani. Ia sempat menjadi sempat Komisaris PT Timah Tbk sehingga tahu dan paham betul bagaimana problematika timah di Babel. Alumni Amerika Serikat ini, tidak terima dengan kerugian yang diderita Babel. Baginya, terlalu bejat kalau BUMN ini menjadi koordinator yang menghancurkan alam Babel yang kini mencapai ratusan triliunan rupiah. Tarek yang sebentar lagi akan duduk di DPRD Provinsi Kepulauan Babel, memberikan lampu merah bagi kondisi Babel saat ini.
Jika MIND ID 100% sahamnya milik Pemerintah Pusat, maka tanggung jawab itu berada di pundak Pemerintah Pusat yang dipimpin Presiden Jokowi. Presiden harus turun sendiri untuk ikut bertanggung jawab atas derita yang dialami oleh masyarakat Babel. Lubang-lubang raksasa, hancurnya biota laut, hancurnya hutan bakau, dan rusaknya hutan lindung, membuat masyarakat Babel menderita sekarang dan masa depan suram. Bayangkan, setiap berkas galian timah, menghasilkan ribuan ton bahan radioaktif yang merusak kehidupan masyarakat Babel.
RADIOAKTIF AMPAS TIMAH
Kerusakan lingkungan yang diumumkan oleh Jaksa Agung, menjadi fakta bahwa betapa hancurnya alam kehidupan masyarakat Babel. Bayangkan dari luas daratan Babel 16.424 km persegi, hanya 8% (delapan persen) saja atau 131.392 km2 yang belum pernah tersentuh oleh tambang timah. Data ini, penulis hitung secara acak berdasarkan data pertambangan timah di Babel sejak zaman Belanda. Bahkan lautan dekat pantai Babel telah rusak berat. Para nelayan pun susah untuk menangkap ikan. Tak ada sungai di Babel yang airnya jernih seperti tahun 1970-an. Semua sungai di Babel sudah seperti air teh susu. Keruh sepanjang waktu, sejak tambang timah semakin menggila.
Bayangkan itu air sungai itu mengandung radioaktif, lalu airnya dipakai oleh masyarakat Babel untuk kehidupan sehari-hari. Universitas Bangka Belitung (UBB) perlu bekerja sama dengan Lembaga Penelitian profesional dan independen untuk melakukan riset kerusakan lingkungan kehidupan dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat Babel. Penulis yakin, secara hipotetik, kondisinya sudah membahayakan bagi kehidupan makhluk hidup. Karena ampas tambang timah mengandung nuklir.
Dalam seminar nasional yang diselenggarakan bulan Mei 2016 di Jakarta, PT Timah Tbk menyampaikan kengerian itu. Dari luas pelamparan alluvial di seluruh Bangka Belitung sekitar 400.000 hektar saja terdapat endapan mineral yang mengandung sedikitnya 120.000 ton thorium, 24.000 ton uranium, dan ada sekitar 7.000.000 ton unsur mineral tanah jarang. Itu angka resmi yang diungkapkan PT Timah Tbk di seminar nasional tersebut.
Sebaran radioaktif itu berada di Bangka Induk, Bangka Tengah, Bangka Barat, dan Bangka Selatan. Sedangkan di Belitung, tersebar di wilayah Badau, Purang Jangkar Asam, dan Simpang Pesak. Sebaran itu, berada dalam wilayah tambang timah milik PT Timah Tbk. BUMN ini telah beroperasi di Babel sejak 1976. Selain wilayah tambang milik BUMN ini, ada ratusan ribu hektar wilayah tambang milik swasta. Kita bisa bayangkan seperti apa resiko bagi kehidupan di Babel, apabila timah sudah ditambang sejak tiga abad silam. Karena data seharah telah menunjukkan, penjajahan Belanda, telah melakukan penambangan timah di wilayah tambang di Bangka Belitung.