GEDUNG NASIONAL TOBOALI (Bagian Dua)

Akhmad Elvian-dok-

Dato’Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

Harian Strijdend Nederland edisi 27Juli 1946 menulis dengan judul “Wij namen Toboali” (artinya Kami Merebut Toboali): “Wij zullen onze entree in de stad niet licht vergeten, het was een schouwspel dat ons deed denken aan een opstand der hoorigen en lijfeigenen uit den rumoerigen tijd der Middeleeuwen. Met volle snelheid kwamen onze wagens binnenstuiven, gespannen wachtten wij, de wapens gereed tot vuren, op de dingen die komen zouden. En daar had je het! Uit huizen en hutten, uit hoeken en gaten kwamen plotseling kerels en vrouwen de straat op stormen. Zij waren gewapend met hoog opgeheven puntige stokken, speren en dreigende karabijnen of zwaaiden met flikkerende hakmessen en dolken. Op dit tumult remden onze chauffeurs snel af, wij waanden ons verzeild geraakt te midden van een extremistische bende en doken als de bliksem van de wagens. Maar spoedig bleek dat de brullende en als razenden te keer gaande menigte langszij ons niet vijandig gezind was en dat 't gejoel en het zwaaien met de opgeheven moordtuigen slechts enthousiaste verwelkoming beteekende. Het was de ondergrondsche beweging der Chineezen van Toboali, die wij voor ons hadden”.

 

Orang Tionghoa yang menyambut dengan antusias kedatangan tentara sekutu dan NICA umumnya berasal dari Tentara Keamanan Tionghoa (TKT) atau Po On Tui. Tentara Keamanan Tionghoa (TKT) atau Po On Tui adalah sekelompok orang Tionghoa di Pulau Bangka yang tidak mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan mereka masih berharap Belanda akan kembali berkuasa di Pulau Bangka. Po On Tui atau TKT membentuk organisasinya dengan pusat perkumpulan atau barisan di Kota Pangkalpinang. Tentara Keamanan Tionghoa (TKT) atau Po On Tui yang dibentuk di pulau Bangka  merupakan bagian dari organisasi Hwa Kio Koeng Hwui, mirip seperti organisasi “Poh An Tui”. Organisasi Poh An Tui didirikan oleh kaum Tionghoa di Indonesia pada Tanggal 1 Januari 1946, sebuah milisi yang terdiri dari pemuda Tionghoa yang bertujuan melindungi warga Tionghoa dari hal-hal yang tidak diinginkan, yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab (namun dalam kenyataannya mereka mendukung aksi tentara sekutu dan hadirnya Belanda kembali (Gunawan, dkk, 2015:113).

 

Mungkin salahsatu penyebab kenapa segelintir orang Tionghoa di Bangka sangat antusias menyambut kedatangan tentara sekutu dan NICA karena kuatnya propaganda yang dilakukan sebelum tentara sekutu dan NICA datang ke pulau Bangka. Pihak sekutu dan NICA melakukan propaganda dan adu domba antara orang Tionghoa dan penduduk Bumiputera, dalam catatan Lieutnant Langky pada Tanggal Mentok, 3 Desember 1945, yang ditulis dalam bahasa Inggris sekenanya dengan judul: Native to establishing Banka Island as Banka self rulling government cooperated with Banka born Malay and the Banka born Chinese in Malay called Banka-Cjina Merdeka (Sujitno, 1996:163). Propaganda tersebut berisi keinginan mendirikan pemerintahan sendiri bagi rakyat pulau Bangka yang dinamakan dengan Pemerintah Banka China Merdeka atau Banka Chinese Malay Merdeka. Tidak dipahami maksud propaganda tersebut, mengingat bahwa orang Bangka secara historis adalah terbentuk dari Empat etnic group yaitu orang Darat, orang Laut, orang China dan orang Melayu yang secara kultural telah melebur melalui asimilasi dan akulturasi dalam Satu identitas yaitu orang Bangka.

 

Direbutnya Toboali oleh Tentara Sekutu dan NICA tidak menyurutkan perlawanan rakyat dan TRI khususnya Kompi Toboali. Upaya merebut kembali Kota Toboali dilakukan oleh 30 TRI yang mendarat di pantai barat pulau Bangka, mereka berusaha menduduki Kota Toboali dan memutus jalan raya menuju Koba. Sebuah patroli militer Belanda bertemu dengan 40 TRI bersenjata di 5 km sebelah timur Tanjung (?), terjadi pertempuran singkat dan akhirnya melarikan diri. Tidak ada korban jiwa di pihak militer Belanda. Sebuah perahu TRI berhasil ditangkap  dan menyita sejumlah dokumen di Mentok. Berita ini dimuat oleh harian Algemeen Handelsblad 27 Februari 1946, Provinciale Drentsche en Asser courant 27 Februari 1946, Trouw 27 Februari 1946, Amigoe di Curacao: weekblad voor de Curacaosche eilanden 27 Februari 1946, Nieuwe Haarlemsche courant 27 Februari 1946, dan Zeeuwsch Dagblad 28 Februari 1946. Harian Strijdend Nederland pada tanggal 27 April 1946 memuat kisah seorang tentara saat bertugas di Bangka, dari pertempuran di Tanjung Berikat melawan 300 TRI dan  mengejar TRI yang melarikan diri sampai di wilayah onderafdeling Toboali. Pertempuran terjadi di wilayah Pemoedas (?) dan Rimboe (?) pada hari ke-4 dengan dukungan Kapal militer HNLMS Willem van de Zaan dari laut. Korban berjatuhan di kalangan TRI dan rakyat setempat, sementara wanita dan anak-anak Indonesia dibebaskan. 

 

Berita lain dimuat harian Helmondesche Courant (8 November 1946), Nieuwsblad van het Zuiden : dagblad met ochtend- en avond-editie (9 November 1946), Axelsche Courant, Nieuws En Advertentieblad voor Zeeuwsch-Vlanderen (16 November 1946), Harlinger courant (10 Desember 1946), De Graafschapper (13 Desember 1946) dan  Harlinger courant (17 Desember 1946) saat militer Belanda berusaha menjinakkan ranjau kapal yang mengancam operasional kapal keruk tambang timah di pulau Lepar dan Pulau Liat. Mereka melakukan perjalanan dari Toboali menuju Tokak (kini Desa Tukak Kecamatan Tukak Sadai), dilanjutkan naik Kapal Layar menyeberang ke Pulau Lepar, berlabuh di Kampung Sungai Sangat, menjelajahi Kampong Sungai Pangko, Tanjung Labu, dan terakhir ke Pongok (Pulau Leat). Walau tidak dijelaskan kapan peristiwa ini, namun kita bisa berasumsi peristiwa ini terjadi sekitar bulan Agustus-Oktober 1946, beberapa bulan setelah Toboali dikuasai Belanda. Gerilya TRI dan rakyat Toboali terus dilakukan dengan memasang ranjau laut yang mengancam operasional kapal keruk tambang timah milik BTW di Pulau Lepar. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan