Menjadikan Ramadan sebagai Bulan Menyenangkan dan Menenangkan

--

Oleh Ahmad Zayadi
Direktur Penerangan Agama Islam

RAMADAN menjadi bulan yang paling dinanti oleh umat Islam di seluruh dunia. Sebab, Ramadan adalah bulan penuh kebaikan, keberkahan, kemuliaan, dan keutamaan yang tidak ditemukan di bulan-bulan lainnya.

Pada bulan ini, Al-Qur’an diturunkan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan dibelengggu, kultum nasihat keagamaan dikumandangkan di mana-mana, Salat Tarawih dilaksanakan, zakat fitrah ditunaikan, dan Lailatul Qadar dapat dijumpai.

Ramadan masyhur sebagai bulan puasa (shahr al-shiyam). Selama Ramadan orang mukmin diwajibkan berpuasa. Yang menjadi pertanyaan, apa tujuan di balik kewajiban berpuasa? Jawaban mengenai hal ini tentu beragam. Ada yang bilang, puasa untuk menahan hawa nafsu. Ada yang mengatakan, puasa mendidik diri merasakan penderitaan kaum miskin. Ada yang berpendapat, puasa agar sehat.

Jika memang demikian, kenapa kita dengan mudahnya melakukan perbuatan dosa di luar Ramadan, angka kemiskinan di negara-negara mayoritas Muslim yang punya sumber daya alam melimpah begitu tinggi, dan indeks kesehatan masyarakat Muslim lebih rendah ketimbang masyarakat yang tidak berpuasa.

Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 sebetulnya sudah menyebutkan secara eksplisit muara akhir dari puasa. Yakni, agar kita menjadi orang yang bertakwa (la‘allakum tattaqūn). Kata ‘takwa’ dalam bahasa Arab terdiri dari: huruf ‘ta’ (taubah); ‘qa’ (qana’ah); ‘wa’ (wara’); ‘alif’ (amanah).

Seseorang tidak bertakwa jika tidak bertobat, merasa cukup, menjauhkan diri dari kemaksiatan, dan bertanggung jawab. Ketakwaan seseorang tercermin dalam setiap aspek kehidupannya sehari-hari.

Prof. KH. Nasaruddin Umar, dalam suatu momen Pengajian di Pesantren As’adiyah Sengkang, Kab. Wajo, mengklasifikasi orang Muslim ke dalam lima tingkatan. Pertama, fasiq. Orang yang hanya mengaku Islam tetapi kurang memahami dan tidak mengamalkan ajarannya. Kedua, awwam. Seseorang yang sudah aktif belajar agama, konsisten beribadah, dan berperilaku lebih etis.

Ketiga, ahlut tha’ah. Mereka yang disiplin beribadah dan perangainya semakin saleh. Keempat, ahlul ibadah. Beribadah bukan karena menjalankan kewajiban, tetapi menjadi sumber kebahagiaan, kesenangan, dan ketenangan. Kelima, Ahlullah. Beribadah dengan dilandasi cinta tulus kepada Allah dan tidak membedakan antara ibadah wajib dan sunnah.


//Menyenangkan dan Menenangkan
Nabi Muhammad mengisi Ramadan dengan beberapa amal ibadah yang menyenangkan dan menenangkan. Pertama, tadarus Al-Qur’an. Selama Ramadan Jibril turun menemui Nabi, menyimak bacaannya, dan mengajarkannya Al-Qur’an. Membaca, mempelajari, dan mentadaburi Al-Qur’an itu sama dengan berbicara dengan Allah, dan itu adalah obat dari segala ketidaktenangan hati kita.

Kedua, sedekah. Nabi semakin meningkatkan kedermawanannya saat bulan Ramadan. Hadits dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan al-Bukhari menggambarkan bahwa kedermawanan beliau melebihi embusan angin. Beliau berbagi kepada siapa pun tanpa memandang latar belakangnya, termasuk yang berbeda agama. Orang yang bersedekah akan diberi keberkahan harta. Sementara yang menerima sedekah akan merasa bahagia.

Berangkat dari dua amal yang dilakukan Nabi tersebut, tahun ini Kementerian Agama RI mengusung konsep Ramadan Menyenangkan dan Menenangkan. Ada empat subtema yang dirancang untuk mewujudkan hal itu.

Pertama, Ramadan Mengaji. Berisi program-program yang berfokus pada penguatan kajian keislaman seperti pesan Ramadan Menteri Agama, pengiriman dai ke wilayah 3T, hikmah Ramadan, dan lainnya. Kedua, Ramadan Peduli Lingkungan. Meliputi program-program yang menyelaraskan ibadah dengan pelestarian lingkungan seperti penanaman pohon, bersih-bersih rumah ibadah, dan lainnya.

Ketiga, Ramadan Berbagi. Meliputi program untuk meningkatkan kesalehan sosial misalnya penyaluran zakat, infak, dan sedekah. Keempat, Ramadan Inklusi. Memuat program yang melibatkan beragam elemen masyarakat seperti buka puasa bersama lintas agama, semaan Al-Qur’an bersama tunanetra, dan lainnya.

Beberapa program kegiatan yang digagas Kementerian Agama ini dimaksudkan untuk memeriahkan Ramadan, menyeimbangkan dimensi spiritual dan sosial, dan mengejawantahkan Ramadan Menyenangkan dan Menenangkan. Lalu, kenapa Ramadan harus menyenangkan dan menenangkan?

Khusyuk dalam Ibadah
Ramadan adalah waktu yang tepat untuk menemukan kegembiraan dalam setiap momen ibadah. Kita bisa merefleksikan dan menghayati makna di balik setiap ibadah yang kita lakukan. Apakah selama ini kita beribadah untuk menggugurkan kewajiban saja, atau beribadah sudah menjadi sumber kebahagiaan kita?
Ramadan juga menjadi momen yang pas untuk menciptakan ruang bagi kedamaian batin. Di tengah kesibukan sehari-hari, Ramadan mengajak kita untuk merenungkan dan merasakan kehadiran Allah di setiap detik kehidupan.
Apakah salat kita berhenti pada ritualistik saja, atau sudah berdampak pada perilaku sehari-hari? Apakah puasa kita hanya menahan perut dari makan dan minum, serta dzakar dan farji dari senggama, lalu bagaimana dengan mulut, telinga, dan anggota tubuh yang lainnya.
Kegembiraan dan ketenangan dalam bulan Ramadan itu penting agar ibadah bisa lebih khusyuk, ringan, bermakna, dan tidak membosankan. Dengan itu, Ramadan tidak hanya menjadi bulan yang penuh ibadah, tetapi juga menjadi saat untuk merawat jiwa dan menemukan ketenangan sejati.
Pada akhirnya, Ramadan merupakan hadiah terindah yang diberikan Allah untuk kita memperbaiki diri. Setiap detik di bulan ini ialah kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada-Nya, membersihkan hati dari segala dosa, meraih pahala berlipat ganda, dan memberi manfaat kepada sesama. Wallahu a’lam.**

SUMBER : https://kemenag.go.id/

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan