Perjalanan Demokrasi Indonesia, Pemilu dari Masa ke Masa
Kampanye di Masa Orde Lama.-sreenshot-
Ahli Indonesia berkebangsaan Australia, mendiang Profesor Herbet Feith, dalam bukunya “Pemilihan Umum 1955 di Indonesia” yang terbit pada 1999, menyebut pemilu 1955 tersebut sebagai “eksperimen demokrasi.”
Pasalnya, Indonesia yang masih seumur jagung saat itu, disebut hampir tidak memiliki pengalaman berdemokrasi.
Saat itu pemilu digelar sebanyak dua kali, pada pemilu pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPR) yang dilaksanakan pada September 1955.
Lalu, pemilu kedua untuk memilih anggota Konstituante, diikuti oleh 30 partai, digelar tiga bulan kemudian tepatnya pada Desember 1955.
Saat itu, empat partai mendominasi perolehan suara terbanyak pada pemilu perdana tahun 1955.
Yang mana adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 22,32 persen suara, disusul partai Masyumi diurutan kedua dengan perolehan suara 20,92 persen.
BACA JUGA:Biar Tak Ada Fitnah Nantinya, Sebanyak 4000 Surat Suara Rusak dan Lebih Akhirnya Dibakar
Lalu partai Nahdlatul Ulama (NU) di peringkat ketiga dengan 18,41 persen dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 16,36 persen.
Menurut statistik saat itu, jumlah suara gabungan keempat partai mencapai 78,01 persen.
Meski pelaksanaannya masih jauh dari kata sempurna, seorang doktor dari University Australia memuji pemilu 1955 sebagai pemilihan nasional yang sukses.
Ia menggarisbawahi keberhasilan tersebut, telah mematahkan anggapan sejumlah pihak bahwa Indonesia belum mampu menjalankan pemerintahannya sendiri.
2. Masa Orde Baru (1971-1997), Golkar Berjaya
Usai Pemilu 1955, Indonesia memasuki masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Pemimpin yang berkuasa hingga 32 tahun ini dipilih menjadi presiden melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 1968.
Dalam kurun 1971-1997, Indonesia tercatat menyelenggarakan enam kali pemungutan suara untuk memilih anggota DPR.