CERPEN MARHAEM WIJAYANTO: Perayaan Pilkada di Hati Kakak

ilustrasi literasi--

Konon di tiap pergantian kekuasaan, baik di daerah atau pusat, janji-janji para politikus itu sangat jarang ditepati. Wajar adanya satu persatu petani itu memilih untuk masuk golongan putih alias orang-orang yang tak menyalurkan hak politiknya. 

 

Pemandangan di depan rumah sudah seperti lukisan, membuat kami sekeluarga tak kesulitan mencari inspirasi ke mana ide kami tiap hari . Berbeda dengan kepercayaan para petani pada para politikus di daerah, mau hujan ataupun panas, para petani itu selalu saja rajin dengan harap bahwa sawah di depan rumah kami bisa menghidupi. Yakin bahwa pekerjaan mereka akan mampu menyambung hidup orang-orang satu negara.  

 

Beda kakak beda pula kakek yang mendukung petahana. Sembari memandangi rambut cucu lelakinya yang sudah gundul, beliau dengan wajah sewot melirik poster kotak kosong yang masih menempel di jendela. Beliau adalah produk tulen demokrasi lama yang menganut unsur parlementer. 

 

Maka tidak heran, selagi calon petahana itu ada  partai bergambar pohon, pasti akan  beliau coblos. Sedang kakak adalah pemuda milenial yang kritis, vokal, dan cinta perubahan. Wajar, di saat kakek mengajak kami mencoblos petahana, kakak tak menggubris, malah ikut menjadi tim pemenangan kotak kosong di kota. 

 

“Nak, di depan rumah kita terbentang sawah yang luas, tapi mengapa sarjana seperti kamu masih sulit untuk dapat penghasilan besar?” 

 

“Malas, Kek. Masak anak sekeren saya harus kotor-kotor, harus repot, dan bertaruh demi hasil sawah.”

 

Pertanyaan dari kakek sedikit membuat burung gereja yang berkicau di atap rumah terdiam. Burung-burung gereja itu menemani pesta kakak karena kotak kosongnya unggul mutlak. Mereka juga ikut berpikir, bagaimana mungkin orang-orang di depan persawahan luas itu justru pengangguran. Apa kiranya sawah itu tak cukup untuk menghasilkan uang? 

 

Tani itu kotor dan tidak bersih, tiap hari berteman dengan lumpur, dan yang pasti selalu kepanasan. Tetapi jika tidak ke sawah dan berlumpur-lumpur, mereka tidak akan makan. Artinya petani itu pekerjaan yang kepepet.  

Tag
Share