Berikut rincianya:
* Biaya penglogaman $1.183.000 tahun pertama, sedangkan untuk tahun kedua $1.001.000 total $2.184.000 atau Rp.29.484.000.000. Biaya royalty tahun pertama $769.000 tahun kedua $651.000 total $1.420.000 atau Rp19.170.000.000.
* Total biaya (biaya penambangan+biaya operasional stockpile dan pencucian+ biaya penyusutan+penglogaman+royalty) tahun pertama $.15.976.000 tahun kedua $15.864.000 = $31.840.000,- atau Rp.429.840.000.000.
Rencana pendapatan dari total cadangan 2.465 ton SN ini berupa ore akan menjadi 2.428 MT dengan asumsi harga per MT $19.500 sehingga total $47.346.000 atau Rp.639.171.000.000. Pendapatan bersih didapat dari $47.346.000-$31.840.000 (total biaya) = $15.506.000. Pendapat bersih dipotong biaya bunga tahun pertama $397.000 tahun kedua $397.000 total $794.000 atau Rp10.719.000.000. Adapun total pendapatan menjadi $14.712.000 kemudian dipotong pajak pendapatan 25% ($3.678.000)= $11.034.000.
BACA JUGA:Maskapai Sriwijaya Air Akui: Co-Foundfer Tersangka
Sementara itu dalam rencana proyek di darat -land clearing- juga terdapat item belanja yang syarat keganjilan. Terutama terkait dengan pembebasan lahan sebesar Rp 1.081.000.000. JIG (Rp 15.110.968.860). Camp ( Rp 11.904.762). Stock pile & Jig (Rp 119.047.619). Setling Pond (Rp 809.523.809).
Pembuatan sarana: fondasi camp (Rp 15.000.000). Stock pile (Rp 50.000.000). Pembuatan dam setling Pond (Rp 4.016.000.000). Pembuatan dam stockpile air kerja (Rp 600.000.000). Pembuatan mck (Rp.4.500.000). Pembuatan pagar (Rp.479.750.000). Pembelian barang: Container (Rp.200.000.000), mesin pompa tanahkap 250 2 unit (Rp.8.000.000.000), pipa dan kelengkapannya (Rp 100.000.000), monitor dan perlengkapannya (Rp 532.000.000). Mesin pompa monitor (Rp 438.380.000). Mesin pompa air kerja (Rp 800.000.000). Pipa untuk air kolam kerja 200 PK (Rp 300.000.000), genset 800 KVA (Rp 3.300.000.000). Penggalian berupa: stock pile (Rp 433.320.000), setling pond (Rp 5.055.400.000). Kolam air kerja (Rp 505.540.000), pipa (Rp 21.666.000).
Fakta ironinya, jaksa mengungkapkan ternyata tidak adanya penyewaan kapal CSD. Bahkan tanggal 12 September 2018 dilakukan uji pertama washing plant tanpa menggunakan Kapal CSD sebagaimana perencanaan di dalam FS.
Tidak hanya itu ternyata belanja item proyek senilai Rp puluhan milyar juga ternyata tanpa tender yang mana telah bertentangan dengan pasal 5 undang-undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. Tidak cukup di situ terus terjadi kekonyolan dimana pada 4 Januari 2019 setelah serah terima washing plant tidak bisa dioperasikan karena tidak ada Kapal CSD yang melakukan penambangan timah. Adapun pejabat PT Timah yang melakukan serah terima dari terdakwa -selaku Kepala Proyek- kepada user kepala unit laut Bangka yakni Erwin Suheri disaksikan oleh Ari Wibowo dan Wijaya.
Apess, dari hasil evaluasi Maret 2021 bersama tim P2P, tim UPLB dan tim geologi tambang P2P mengungkap fakta produksi bijih timah hanya 8,5 ton selama periode 1 tahun. Ini disebabkan rendahnya jam jalan alat, tidak tercapainya volume perpindahan tanah dan adanya deviasi data bor. Akhirnya proyek Rp puluhan milyar itu tak sampai setahun ditutup, sementara camp-camp –di darat- yang telah dibangun menjadi sarang hantu.***