Palsukan Identitas" Demi Paspor RI
PANGKALPINANG – Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pangkalpinang berhasil mengungkap kasus pemalsuan identitas yang dilakukan oleh seorang Warga Negara (WN) Bangladesh bernama Hasan Ivne Abdullah.
Ia kini berstatus tersangka karena memberikan data palsu dan keterangan tidak benar demi mendapatkan paspor Republik Indonesia (RI).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pangkalpinang, Ahmad Khumaidi, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari kecurigaan petugas wawancara paspor. Petugas mencurigai seorang pemohon paspor bernama Nurul Arifin memiliki kemiripan fisik dengan WNA asal India, Srilanka atau Bangladesh. Pemohon tersebut mengajukan permohonan paspor melalui aplikasi M-Paspor pada tanggal 30 Juli 2025.
"Tim Penyidik Keimigrasian kemudian mengamankan dan melakukan pendetensian terhadap seseorang yang diduga WN Bangladesh tersebut pada tanggal 17 September 2025. Ia memiliki KTP Elektronik, KK, dan Akta Lahir atas nama Nurul Arifin, lahir di Pandansari tanggal 19 Juli 1970," ujar Ahmad Khumaidi dalam konferensi pers yang digelar di aula Kantor Imigrasi Pangkalpinang, Rabu (29/10/2025).
Ia mengatakan, untuk mengklarifikasi status kewarganegaraan yang bersangkutan, Kantor Imigrasi Pangkalpinang mengirimkan surat resmi melalui Direktorat Kerja Sama Keimigrasian kepada Kedutaan Besar Bangladesh di Indonesia, mulai tanggal 18 September 2025.
Setelah melalui serangkaian proses persuratan dan verifikasi daring, kata dia, Kedutaan Besar Bangladesh secara resmi menyatakan bahwa Nurul Arifin adalah WN Bangladesh bernama Hasan Ivne Abdullah, lahir di Hazrabari, 30 Agustus 1978.
Diketahui bahwa Hasan Ivne Abdullah menggunakan KTP Elektronik dengan identitas Nurul Arifin yang dikeluarkan oleh Kantor Disdukcapil Kabupaten Bangka. Berdasarkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Nomor Induk Kependudukan (NIK) Nurul Arifin dikeluarkan oleh Kantor Disdukcapil Kab Pringsewu, Lampung pada tanggal 8 September 2014, dan yang bersangkutan pindah jiwa dari Kabupaten Pringsewu ke Kabupaten Bangka pada tanggal 1 Oktober 2014.
"Jadi berdasarkan pengakuan tersangka, ia pertama kali masuk ke wilayah Bangka Barat, tepatnya di Mentok Kabupaten Bangka Barat pada periode 2012. Sejak saat itu, pengakuannya adalah tinggal di wilayah Bangka. Seperti yang kami sampaikan di awal, yang bersangkutan tidak memiliki dokumen perjalanan, yang berarti tidak memiliki izin tinggal. Kami juga sudah mengecek di sistem kami dan tidak ada catatan perlintasan masuk atas nama yang bersangkutan. Untuk KTP, KTP yang dilampirkan saat mengajukan permohonan paspor adalah KTP dari Bangka, tepatnya dari Sungailiat, dan terdata di dalam KTP tersebut," beber Khumaidi.
Saat ini, Khumaidi menambahkan, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pangkalpinang telah menetapkan status tersangka terhadap Hasan Ivne Abdullah. Ia dijerat dengan pasal berlapis, yaitu pasal 126 huruf c UU No 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, serta pasal 119 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Pasal 126 huruf c UU No 6 tahun 2011 mengatur tentang pemberian data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta," tegasnya.
"Sementara itu, pasal 119 ayat 1 mengatur tentang setiap orang asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta," tambah Khumaidi.
Komitmen Tegas dari Kanwil Ditjenim Kepulauan Babel
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Ditjenim Kepulauan Bangka Belitung, Qris Pratama yang juga hadir dalam konferensi pers menyampaikan keterangan resmi terkait pengungkapan kasus ini. Ia menegaskan bahwa Direktorat Jenderal Imigrasi, dalam hal ini Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pangkalpinang, berkomitmen untuk menegakkan hukum secara konsisten dan profesional.