Mengelola Perubahan Ekonomi di Bangka Belitung: Tantangan dan Peluang di Era Turbulensi
M. Makhdi.-Dok Pribadi-
Oleh M. Makhdi
Sekretaris Dinas Perikanan Kabupaten Bangka Tengah/Mahasiswa MM UBB
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menghadapi tantangan besar dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Perekonomian terbaru dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia edisi Agustus 2024, pertumbuhan ekonomi provinsi ini hanya tumbuh sebesar 1,03% (yoy) pada triwulan II 2024, kondisi ini membuat Bangka Belitung menduduki posisi pertumbuhan ekonomi terendah di Sumatera dan Indonesia.
Sektor pertambangan mengalami kontraksi signifikan sebesar -9,08%, sedangkan industri pengolahan juga turun sebesar -5,12%. Sektor-sektor ini sangat tergantung pada harga komoditas global, khususnya timah (komoditas andalan Bangka Belitung) terus berfluktuasi, hal inilah yang mempengaruhi stabilitas ekonomi dan menjadi pemicu suramnya daya beli masyarakat sepanjang 2024.
Namun, di balik tantangan tersebut, masih terdapat peluang besar untuk pemulihan melalui diversifikasi ekonomi dan peningkatan kualitas regulasi serta reformasi birokrasi. Dengan langkah yang tepat, Bangka Belitung dapat bangkit dan menghadapi dinamika ekonomi yang lebih baik di masa depan.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, terus mencatat pertumbuhan positif sebesar 4,91%, didukung oleh peningkatan produksi komoditas utama seperti lada, kelapa sawit, dan karet, ini juga menggambarkan bahwa masih terdapat peluang investasi yang menjanjikan di ketiga sektor tersebut.
Pemerintah Daerah pun terus berupaya mendorong pertumbuhan melalui konsumsi rumah tangga, terutama selama periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Idul Fitri dan Idul Adha, di mana kelas menengah Bangka Belitung memiliki peran besar sebagai daya ungkit.
//Peran Kelas Menengah dalam Pertumbuhan Ekonomi
Kelas menengah di Indonesia, idem ditto di Bangka Belitung adalah kekuatan utama perekonomian, menjadi penggerak konsumsi rumah tangga yang menopang sebagian besar PDB. Di tengah pertumbuhan ekonomi makro yang tidak baik baik saja, kelas menengah dapat dipastikan menghadapi fenomena "turun kelas"—sebuah paradoks di mana kesejahteraan mereka semakin goyah.
Bahkan meski ekonomi tampak berkembang, investasi yang masuk pada kenyataan belum tentu berdampak pada kesejahteraan kehidupan kelas menengah, apalagi di tengah redupnya perekonomian saat ini.