Kepailitan! Antara Penyelamat dan Pembunuh Usaha Debitur

--

oleh Liana Sari

Mahasiswa Fakultas Hukum UBB

Usaha merupakan salah satu sarana penyokong kehidupan yang tak hanya bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat semata. Namun juga bagi pembangunan ekonomi suatu bangsa. Sehingga wajar jika pemerintah memberi perhatian lebih kepada pelaku usaha, terutama bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mendorong kegiatan usaha bagi masyarakat adalah melalui lembaga perbankan untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang kekurangan modal dalam berusaha. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat berdasarkan data yang ada UMKM ternyata berkontribusi besar terhadap pendapatan domestik bruto hingga sebesar 60,6%. 

Luasnya kesempatan berusaha tersebut mendorong masyarakat untuk berlomba-lomba mendirikan suatu usaha, terlebih dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat seperti sekarang ini, yang dapat memperlancar bisnis yang digeluti. 

Untuk menunjang usahanya tersebut, tak jarang pelaku usaha pun manfaatkan lembaga perbankan atau pihak lain untuk meminjam dana dalam rangka menopang usahanya itu. Namun, kita juga paham bahwa tiada satu usaha pun yang luput dari resiko, dan salah satu resiko yang sangat mengerikan bagi pelaku usaha yang meminjam modal dari pihak lain adalah kepailitan. 

 

Berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) disebutkan bahwa kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh pengurus dibawah pengawasan hakim pengawas. Dalam praktiknya kepailitan ini sebenernya dapat menyelamatkan debitur sekaligus membunuh usaha debitur. 

 

Mengapa demikian? Hal ini terjadi karena pertama, kepailitan dapat menyelamatkan debitur ketika debitur merasa dirinya tidak lagi mampu membayar utang-utangnya kepada kreditur, meskipun dengan kepailitan harta debitur tetap disita. 

 

Namun setidaknya debitur mendapat perlindungan hukum terhadap segala itikad buruk yang mungkin dilakukan kreditur dalam menagih hutangnya, sebab dalam kepailitan pemberesan utang piutang debitur dilakukan oleh pengurus di bawah pengawasan hakim pengawas.

 

Di samping itu, dalam kepailitan juga dikenal prinsip pari passu pro rata parte, yang berarti bahwa hasil pelelangan harta kekayaan debitur dibagi secara proporsional kepada para kreditornya. Prinsip ini bermakna bahwa setelah pengurus melakukan pemberesan terhadap harta debitur. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan