Cerpen Marhaen Wijayanto: Ifan Belum Merdeka
ilustrasi--
Ifan belum juga merdeka. Bajunya yang basah tersiram air hanya mendapat cibir. Piala yang sulit ia dapatkan semakin ia tenggelamkan di balik tas. Sungguh Ifan merasa seperti seonggok bantal sobek tak layak disebut penyandar lelah. Hatinya jatuh di titik nadir. Ketika label nakal dan susah diatur telah memahkota, Ifan tak berdaya.
Ifan belum juga merdeka. Tiap hari Ifan hanya menahan tangis, terlihat dari raut merah di mukanya. Dicap durhaka hingga dia pun merasa menjadi anak tak berguna. Meski di dalam tasnya, ia menyimpan piala yang belum tentu anak lain mampu meraihnya.
Pak Galak emosi karena Ifan membersihkan WC sembari senyum. Pak gurunya yang galak itu tak tahu kalau dia bahagia. Yang Ifan harap sebenarnya rasa kagum, bukan lagi anggapan kalau dia siswa yang berbahaya. Ia hanya ingin apresiasi, bukan tangan besi yang membuat apapun raihanya selalu saja ditangisi.
BACA JUGA:PUISI PUISI BASTRA SMAN 1 SUNGAILIAT
Ifan belum juga merdeka. Dinding sekolah jadi saksi, meski bertuliskan merdeka tapi itu slogan dan embel-embel belaka. Tiap hari ia hanya mendapat siraman, bentakan, dan lebel kalau ia adalah anak yang tak berguna.
Meski Ifan belum juga merdeka, tapi ia harus tetap berjalan tegak. Harus tetap bermain bersama kupu-kupu di taman. Mungkin kupu-kupu itu akan mengambil peran Pak Galak sebagai pemberi bahagia dan perasaan merdeka dan bukan sekadar embel-embel belaka.**
Marhaen Wijayanto, Lahir di Boyolali, 9 Maret 1983.Kepala SDN SDN 7 Simpang Teritip, Bangka Barat. dapat dihubungi di [email protected]. Menulis novel Mencari Jejak Sang Depati, Roman Terlupakan dan Antologi Puisi Hujan Bulan Desember.