BM Diah & Istri Penyelamat dan Penterjemah Teks Proklamasi, Wanita Kelahiran Belitung itu...

BM Diah dan Herawati Diah.-screnshot-

Pertama adalah mengganti kata 'tempoh' menjadi 'tempo' tanpa 'h'.

Yang kedua, sesuai kesepakatan di ruang besar sebelumnya, di mana kata-kata 'wakil-wakil bangsa Indonesia' diubah menjadi 'atas nama bangsa Indonesia'.

"Dan satu lagi yang menjadi ide Sayuti Melik adalah penggunaan penanggalannya. Jika di tulisan tangan Bung Karno itu Jakarta 17.08.05, Sayuti Melik menambahkan menjadi 'hari 17, bulan 8, tahun 05."

Sementara itu, BM Diah dalam hal ini tidak hanya menemani Sayuti Melik, tetapi memiliki peran yang lebih penting lagi.

"Ketika Sayuti Melik selesai mengetik, Naskah proklamasi tulisan tangan asli Bung Karno diremas-remas. Sayuti Melik merasa, 'Ah kan sudah diketik. Ya konsep tulisan tangan tidak berguna.'"

Di sinilah peran penting BM Diah, yakni mengamankan naskah asli tulisan tangan Bung Karno dari tempat sampah.

"Dan beliau menyimpan selama 48 tahun dan dikembalikan kepada Presiden Soeharto di tahun 1993."

Jaka menjelaskan, pengembalian naskah ini bertepatan dengan situasi politik yang masih belum stabil.

"Situasi politik di tahun 1950-an kita masih mencari bentuk. Jadi situasi berbangsa dan bernegara masih belum-belum stabil, pun begitu di tahun 1990-an. Apalagi ketika pergantian dari order lama ke order baru. Ketika ada ide untuk mendirikan Museum  Perumusan Naskah Proklamasi, beliau keluar dari sarang."

Proses persiapan pendirian  Museum Perumusan Naskah Proklamasi sendiri berlangsung dari tahun 1982 hingga 1987 dan akhirnya diresmikan 24 November 1992.

"PM Diah mungkin (berpikir), 'Ini saat yang tepat bagi naskah tulisan tangan untuk kembali ke rumahnya.' Mungkin harapan BM Diah itu Naskah Proklamasi menjadi koleksi Museum Perumusan Naskah Proklamasi," kenangnya.

BACA JUGA:Anggota DPR Usul Pemerintah Segera Proklamasikan Ibu Kota Pindah

Namun, ia berpikir bahwa pandangan Presiden Soeharto saat itu menganggap Naskah Proklamasi asli merupakan dokumen 01 dokumen pertama negara Indonesia sehingga harus disimpan dalam arsip negara.

"Jadi bukan untuk di museum, namanya  Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Lebih fokus ke proses, proses berkumpulnya, proses tukar pendapat, proses kita menahan diri, menahan ego masing-masing bukan museum yang lebih ke hasil," jelasnya.

Herawati Diah, Penterjemah Teks

Tag
Share