Walhi Babel Harap Kandidat Pilkada 2024 Pro Lingkungan
Lingkungan hidup di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) saat in rusak akibat aktivitas tambang, perkebunan sawit besar, konsesi hutan tanaman industri (HTI), tambak udang dan usaha lainnya oleh perusahaan. Momentum Pilkada 2024 tidak lama lagi akan digelar, seluruh kabupaten/kota di Babel memilih bupati/wali kota beserta wakil dan di tingkat provinsi digelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Kondisi lingkungan Babel terjadi peningkatan kerusakan lahan kritis yang tercatat di berbagai media, berdasarkan data Dinas Kehutanan Babel ada 1.200 Ha lahan dalam kondisi kritis. Kerusakan lingkungan Babel kian mengemuka setelah adanya penyidikan Kejaksaan RI atas mega korupsi tata niaga timah yang melibatkan banyak orang penting dengan tersangka lebih dari 20 orang.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Babel, Ahmad Subhan Hafiz mengatakan krisis lingkungan telah merambah kepada bencana ekologis baik secara global hingga tataran lokal di Babel. Aktivitas manusia yang merusak lingkungan di Babel terus dilakukan lewat pembukaan lahan, pelepasan karbon yang bagi Babel sebagai daerah kepulauan menjadi rentan.
Permukaan air laut di Babel yang kian tinggi, cuaca sulit diprediksi, tanaman gagal panen juga berdampak bagi Babel. Walhi Babel mencatat ada beragam flora dan fauna yang hilang hingga bencana banjir dan kekeringan di wilayah Babel.
Ada ribuan lubang bekas galian tambang yang ditelantarkan begitu saja. Konflik manusia dengan buaya juga pun terus terjadi akibat ekosistem yang rusak. Kebijakan politik maupun kebijakan pemerintah belum terlalu fokus melirik kerusakan lingkungan yang terjadi di Babel.
“Karena kita melihat kebijakannya di Babel masih dalam tata ruang, tata ruang kita masih dominan untuk perkebunan skala besar, pertambangan timah, pertambangan galian C, tambak udang dan HTI,” kata Ahmad Subhan Hafiz, Sabtu (22/6/2).
Keberpihakan elit politik yang belum serius mengatasi kerusakan lingkungan karena masih menariknya barang tambang yang harganya mahal di pasaran dunia. Kondisi ini membuat Walhi sebelumnya menyuarakan ke publik pada Pilpres dan Pileg 2024 agar memilih calon yang peduli kelestarian lingkungan.Sebab, yang merusak lingkungan pertama kali bagi Walhi adalah kebijakan dari pemimpin yang terpilih dari proses politik.
Sayangnya, Walhi Babel melihat hasil Pilpres dan Pileg 2024 lalu tidak terlihat kontestan terpilih yang memiliki kepekaan terhadap lingkungan lestari. Diprediksi, kebijakan yang dilahirkan hanya akan sekedar kebijakan populis, salah satunya kebijakan pro tambang, bukan pro lingkungan. Jadi, harapan pemimpin pro lingkungan di Babel adalah momentum Pilkada 2024.
“Walhi berharap konteks Pilkada nanti kita semakin kritis memilih pemimpin. Harapannya yang digali itu bukan isi dompet, tetapi isi “kepala” pemimpin kita,” sebutnya.
Menurutnya, kandidat Pilkada 2024 di Babel penting memasukkan soal pelestarian lingkungan dalam visi dan misinya. Mengingat krisis yang terjadi di Babel baik krisis ekonomi dan lingkungan tidak dapat dipisahkan. “Sehingga kebijakan lingkungan diperlukan, karena kebijakan ekonomi pertanian lada adalah untuk lingkungan keberlanjutan. Bukan ekonomi tambang yang walau nyambung terhadap ekonomi tapi tidak berlanjut. Untuk itu perlu visi dan misi kandidat untuk isu lingkungan,” jelasnya.
Kekhawatiran Walhi Babel juga dipicu kondisi politik di Babel yang rentan untuk kebijakan tidak pro lingkungan. Hal ini dilihat jumlah mata pilih masyarakat Babel dari kalangan pro tambang cukup banyak sehingga mempengaruhi kandidat untuk menentukan visi dan misinya.
“Kita khawatir kebijakan pro lingkungan tidak populis dan kandidat memilih tambang yang angka mata pilihnya cukup banyak,” katanya.
Untuk itu Walhi Babel mengingatkan masyarakat untuk kritis terhadap kandidat Pilkada 2024 yang mungkin didukung cukong tambang, pengusaha tambak udang maupun pemilik perkebunan besar. Pihaknya mendorong adanya keterbukaan data kandidat oleh pihak terkait Pemilu dari segi rekam jejak, sumber dana Pemilu dan visi misi kandidat.
“Untuk itu kita meminta publik memilih pemimpin yang memiliki paradigma lingkungan yang baik. Agar krisis yang terus menerus terjadi di Babel bisa membuat pemimpin berprespektif terhadap lingkungan,” pungkasnya.(*)