Cukong Timah: Bandit? atau 'Dewa Penolong'?
Syahril Sahidir-sreenshot-
Loh, kok dimentahkan lagi?
Bukankah sebelum tahun 1998 timah itu memang komoditas strategis negara, sehingga rakyat saat itu tak bisa hidup dari timah, rakyat tak bisa menyentuh meski timah berada di depan mata atau di halaman rumah mereka?
Karena sebelum tahun 1998 itu, kontrol pemerintah demikian kuat terhadap timah. Bahkan kalau boleh jujur, kontrol itu menggunakan tangan pihak-pihak tertentu guna melakukan proteksi terhadap timah.
Warga Babel dilarang menambang, menjual, apalagi menyimpan timah, meski cuma 1 kg? Sungguh menjadi terasing dengan kekayaan di tanah sendiri?
Semua tentu tidak mau jika rakyat Babel ini menjadi terasing dengan SDA Alam mereka sendiri.
Inilah fakta sekarang ini. Komoditas strategis bukan, rakyat menambang secara llegal susah, mau secara legal tak tahu pintu mana? Jadilah timah riuh sepanjang masa.
Tipikor Tata Niaga Timah
Saat ini, diakui atau tidak, ekonomi Babel lesu darah. Terbukti tidak adanya eksport timah selama Januari - Februari 2024, membuat penurunan angka ekspor di atas 50%.
Rakyat yang hidup dari tambang mengeluh, karena tidak tahu mau dijual kemana hasil tambang mereka.
Padahal, kalau mau jujur, dari 14 orang yang menjadi tersangka dan ditahan Kejagung itu, tidak pernah dan tidak ada yang berurusan dengan pembelian timah rakyat secara langsung.
Yah, rakyat Babel biasa menjual timah dengan para kolektor. Kolektor ini hanya istilah 'biar' keren, sebenarnya mereka sama saja dengan pengepul. Tidak mungkinlah rakyat menjual timah yang hanya terhitung sekian kg perhari langsung ke pabrik atau smelter?
Persoalannya sekarang, tampaknya semua menjadi tiarap?
Mata rantai niaga timah di tingkat bawah bagai terputus. Kolektor yang biasa menjadi pembeli raib entah kemana, maklum karena merasa menunggu waktu saja akan ikut terseret pula.
Lihat, dan tunggu? Tapi sampai kapan?
Bukankah Ramadhan sudah berjalan, Idul Fitri tak lama lagi?***