Puasa dan Perilaku “Kelitet”

Ahmadi Sopyan-Dok Pribadi-

 

Rakyat jelata yang tiba-tiba status sosialnya naik menjadi tokoh atau pejabat pun tak kalah “kelitet”-nya. Apa yang diucapkan adalah sabda yang tak boleh dibantah oleh bawahan apalagi tetangga atau teman. Dari yang bukan siapa-siapa, tiba-tiba berpengawal pribadi alias ajudan serta pintu mobil dibukakan. Sang isteri di rumah pun jalannya sudah mulai miring akibat sepatu yang terlalu tinggi, perhiasan memenuhi tangan, jari dan leher serta baju yang kedodoran penuh pernak pernik kemewahan. 

 

Perilaku kelitet ini umumnya lebih cepat terjangkit kepada para pejabat baru yang mendadak jadi pejabat besar. Seringkali celetukan kawan mengomentari perilaku “mendadak pejabat” ini, misalnya: “Si Anu baru menjabat sudah bikin gebrakan ya, udah blusukan dan sidak setiap hari. Komentarnya di koran isinya ngancam bawahan melulu!”. Biasanya saya jawab: “Biasalah bro, agik baru menjabat, ibarat ABG agik kelitet. Mun lah lame kelak e pacak keruas sendirik”.

 

Para penegak hukum pun terjangkit wabah kelitet. Hampir semua pejabat dan mantan pejabat menjadi ketar-ketir akibat “kekelitetan” aparat penegak hukum yang kapan saja bisa memanggil para pejabat maupun mantan pejabat. Yang benar saja bisa menjadi salah, apalagi yang salah beneran. Karena memang di era demokrasi dengan hukum yang semakin tak pasti ini seringkali saya sindir bahwa: “Untuk dianggap berprestasi, hukum kerapkali menzholimi yang tak mampu memberi upeti”. Sst… tapi ini rahasia lho, kalau kedengaran mereka ntar giliran saya masuk Lapas Tua Tunu karena terbukti korupsi uang isteri. 

 

Demokrasi Kelitet

“BUAH demokrasi menciptakan pribadi-pribadi “kelitet”, yang tidak mengukur kemampuan diri kecuali mengumbar ambisi” seringkali ini menjadi bahan tulisan atau pembicaran saya diberbagai tempat. Sebab, perkembangan zaman dan majunya teknologi tidak hanya membuat segala sesuatu menjadi instan dan serba boleh, tapi juga dapat memunculkan pribadi-pribadi “kelitet” yang mengedepankan ambisi dan emosi tanpa mengukur diri. Ketika kran reformasi dibuka, air demokrasi mengucur deras bahkan meluber, semua orang merasa berhak tampil dan ingin menjadi ini dan itu tanpa mengukur kepantasan dan kemampuan, yang dalam istilah orang Bangka “dak ngukor bajuk di badan” (tidak mengukur baju di badan).

 

Pun, gegap gempita kemenangan Kotak Kosong dalam Pilkada Serentak 2024 di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka membuat gegap gempita yang melahirkan pribadi-pribadi “kelitet” ingin tampil. Ada yang sudah berpasangan, ada yang sudah deklarasi, ada yang sibuk kesana kemari silaturrahmi, ada yang pamer muka sepanjang jalan, ada yang bikin lomba itu dan ini, ada yang wira wiri ke berbagai media agar bisa tampil diri, dan berbagai aksi “kelitet” lainnya. 

 

Sepanjang jalan, baliho bergambar “wajah tanpa otak” hanya sekedar menampilkan diri non prestasi. Berbagai spanduk dan baliho ucapan selamat ramadhan, mengukir nama sebesar gaban, menampilkan wajah yang lumayan tampan, mengumbar ambisi tanpa prestasi, adalah wajah demokrasi kita saat ini. 

 

“Kekelitetan” para bakal calon dalam Pilkada 2025 di Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka memang menjadi hiburan tersendiri sekaligus membuat kita semakin muak dengan pemilihan alias Pemilu yang tak kunjung usai. Perilaku “kelitet” bakal calon yang seakan mampu memimpin daerah menjadi lebih baik kadangkala menimbulkan pertanyaan dalam benak kita: “seberapa paham mereka itu memahami persoalan daerah saat ini?”. Kadangkala yang lucu dan sangat memuakkan adalah ungkapan sang bakal calon: “Saya maju karena diminta banyak masyarakat” atau “Saya sebenarnya nggak ada keinginan untuk maju, tapi kawan-kawan dan masyarakat meminta saya untuk maju”. Dalam hati saya bergumam” “Preeet......”. Saya pribadi, mungkin sudah sejak bertahun-tahun lalu sampai detik ini, setiap hendak Pemilu atau Pilkada selalu saja ada yang datang baik sendiri maupun rombongan untuk meminta saya maju. Tapi bagi saya, itu tidak mewakili masyarakat atau membuat saya berbesar diri bahwa saya diminta. Bagi saya semua itu adalah “preeeet” tak beda dengan suara kentut belaka.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan