CERPEN: Sang Pewarta
--
"Kita memberi apresiasi yang luar biasa dan tinggi kepada Pak Besar, pengusaha lokal yang siap berjuang demi kesejahteraan rakyat," jelas petinggi negeri dengan senyum mengembang. Senyum penuh kebahagiaan.
Hal senada juga terlontar dari mulut berbisa Pak Besar.
"Kehadiran kami di sini untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk kepentingan rakyat daerah ini. Hanya itu niat saya. Tidak lebih dan tidak kurang," ujar Pak Besar dengan intonasi suara penuh senyum kemenangan.
**
Remi baru saja usai mandi. Ketukan di pintu rumah kontrakannya yang berada di gang sempit, membatalkan niatnya untuk menikmati sarapan yang baru dibelinya.
Pintu depan rumah kontrakannya terbuka. Terlihat wajah Rifo teman sekantornya. Wajahnya dipenuhi senyum, berbalut kegembiraan.
"Masuk, Ndan. Tumben pagi-pagi udah bertamu. Kayaknya ada info terhebat ya," sapa Remi yang memanggil Rifo dengan sebutan komandan.
"Aku bawa kabar besar dan maha dahsyat untuk kau," kata Rifo sembari duduk bersila di ruang tamu rumah kontrakan Remi.
"Kabar apa itu? ," tanya Remi.
"Semalam Pak Besar, konglomerat yang katanya kebal hukum dan kebal segala macam itu ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan," jelas Rifo.
"Kok bisa ditangkap?, Katanya backing nya orang besar di pusat," celetuk Remi.
"Ternyata selama ini Pak besar itu melakukan kegiatan yang illegal. Bukan cuma merusak lingkungan tapi juga merusak mental dan moral masyarakat. Bahkan aparat KPK kini terus mengusut keterlibatan petinggi daerah dalam kegiatan Pak Besar," ungkap Rifo.
"Kalau itu mah, bukan merusak mental dan moral. Tapi merusak kantong Pak Besar," jawab Remi sekenanya.
Keduanya pun tertawa terbahak-bahak.
Sementara diberbagai surat kabar, berita tentang tertangkap tangannya Pak Besar oleh KPK menjadi headline koran-koran dan media massa.