Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Penjual Koran

Syabaharza-Dok Pribadi-

 

“kenapa bapak tidak mencari pekerjaan lain?” aku memberanikan diri bertanya.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, mimik wajah bapak itu berubah. Tampaknya ia heran kenapa orang sepertiku yang dianggapnya terpelajar, melontarkan pertanyaan bodoh itu. 

 

“kerjaan apa yang bisa aku lakukan selain menjual surat kabar ini?” bapak itu tidak menjawab pertanyaanku, tetapi malah balik bertanya. 

“jadi tukang bangunan, fisikku sudah tidak kuat” belum sempat aku menjawab, bapak itu sudah menjawab pertanyannya sendiri.

“mau kerja kantoran? Kantor mana yang mau menerima seorang yang tidak lulus sekolah dasar ini?” bapak itu kembali melanjutkan dengan nada bertanya.

“jadi, hanya pekerjaan inilah yang cocok dan bisa kulakukan” bapak itu melanjutkan.

Aku terdiam. Seakan aku terhipnotis oleh kata-kata bapak itu. Aku baru sadar bahwa persaingan mencari pekerjaan di negeri yang penuh dengan permainan dan sandiwara ini sungguh sangat sulit, bahkan lebih sulit dari mencari jarum dalam jerami. Kalau tidak memiliki skill dan ijazah tinggi jangan harap bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan mempunyai keduanya pun tidak menjamin lancar mendapatkan pekerjaan, terkadang juga harus mempunyai orang dalam baru bisa mendapatkan pekerjaan yang enak. Setidaknya itu yang sering ku dengar dari pekerja-pekerja kasar seperti bapak ini.

Kuperhatikan lagi bapak itu dengan saksama. Tumpukan surat kabar dengan berbagai nama masih menggunung di tangannya. Jika ditaksir surat kabar itu tidak akan habis terjual bahkan sampai tengah malam nanti. Jika aku berada di posisi bapak itu, mungkin aku sudah mengibarkan bendera putih. Mungkin akan aku jual saja kepada tukang loak dengan harga sembarangan. Namun hal itu tidak berlaku bagi si bapak. Walau sudah keriput, tetapi semangat tetap kencang dan terpancar di wajah bapak itu. Tampak sekali bapak itu penuh keyakinan bahwa rezeki akan menghampirinya hari itu.

 

“keluarga bapak sekarang di mana?” aku bertanya hal yang privasi kepada bapak itu, tentunya setelah meminta persetujuan dahulu.

“istri saya sudah mengalami lumpuh setahun yang lalu” jawab bapak itu.

Terlihat bulir-bulir air keluar dari kedua mata sayunya. Mungkin ia sangat sedih ketika mengingat istrinya. Aku jadi merasa bersalah karena sudah lancang menanyakan itu.

“semenjak menikah kami tidak dikaruniai keturunan” bapak itu melanjutkan bercerita walau tidak kutanya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan