Urgensi Hak Aksesibilitas Kelompok Rentan dalam Pelayanan Publik
Dicky Wahyudi.-Dok Pribadi-
Oleh Dicky Wahyudi
Mahasiswa Universitas Pertiba
Pelayanan publik adalah pilar fundamental sebuah negara demokratis. Lebih dari sekadar mekanisme administratif, ia adalah cerminan nyata dari komitmen negara terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Pelayanan yang berkualitas mencerminkan prinsip transparansi, keadilan, dan tata kelola yang baik.
Namun, di tengah idealisme ini, seringkali ada kelompok yang terlupakan dan terhambat aksesnya, kelompok rentan. Pemenuhan hak aksesibilitas bagi mereka bukanlah pilihan, melainkan isu krusial dan panggilan untuk mewujudkan keadilan sosial sejati.
Alasan di balik minimnya fasilitas dan prosedur ini terkadang disebabkan oleh pandangan reaktif, seperti asumsi bahwa fasilitas tidak diperlukan karena "belum adanya pengalaman menangani atau menerima [pengguna] yang secara eksplisit membutuhkan pelayanan khusus".
Pemahaman ini mencerminkan pendekatan yang reaktif dari pada proaktif dalam pemenuhan hak-hak kelompok rentan. Padahal, prinsip pelayanan publik yang berbasis HAM mengharuskan penyediaan fasilitas secara proaktif, terlepas dari ada atau tidaknya pengguna saat ini, karena hak atas aksesibilitas adalah hak yang melekat pada individu dan bukan bergantung pada jumlah pemanfaatannya. Ketiadaan fasilitas yang memadai, bahkan tanpa kasus riil, sudah merupakan pelanggaran terhadap amanat undang-undang yang mewajibkan penyediaan fasilitas pelayanan khusus secara proaktif.
Berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, secara eksplisit memperkuat dan menjamin hak mereka atas kemudahan, perlakuan khusus, aksesibilitas, dan pelayanan publik yang setara. Hal ini menegaskan bahwa penyediaan fasilitas yang ramah, prosedur yang adaptif, dan lingkungan yang inklusif bukanlah pilihan, melainkan amanat undang-undang dan bagian tak terpisahkan dari pemenuhan HAM. Negara wajib menyediakan fasilitas seperti lahan parkir yang ramah, toilet yang sesuai, atau jalan yang tidak berundak, serta memastikan kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung.
//Tantangan Implementasi: Realitas yang Mendesak Perbaikan