Potensi dan Tantangan Program Revitalisasi Sekolah
Al-Mahfud-Dok Pribadi-
Oleh Al-Mahfud
Pendidikan yang berkualitas adalah investasi dalam membangun bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa pendidikan adalah faktor penting penentu masa depan bangsa. Di Indonesia, impian mewujudkan pendidikan yang bermutu dan merata masih terhalang oleh sebuah realitas yang cukup miris: infrastruktur sekolah yang masih rapuh.
Ruang kelas yang seharusnya menjadi tempat belajar yang nyaman dan aman, tempat lahirnya generasi emas masa depan, saat ini banyak yang dalam kondisi memprihatinkan.
Data dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengungkap bahwa jumlah ruang kelas rusak di jenjang SD, SMP, dan SMA terus meningkat sejak 2022 hingga 2024. Sebaliknya, jumlah sekolah dengan kondisi baik justru mengalami penurunan.
Di tingkat SD, jumlah kelas rusak sedang naik 35% dan rusak berat naik 30%. Tren serupa terjadi di jenjang SMP, dengan kenaikan masing-masing 41% dan 33%, serta di jenjang SMA yang melonjak 50% dan 53%. Sebaliknya, jumlah ruang kelas yang dalam kondisi baik justru mengalami penurunan, masing-masing sebesar 10,6% (SD), 4,8% (SMP), dan 3,4% (SMA).
Dalam situasi tersebut, tentu perlu adanya pembangunan dan revitalisasi fasilitas pendidikan. Pemerintah telah meluncurkan program Revitalisasi Sekolah. Tujuan utama dari program revitalisasi sekolah adalah meningkatkan akses dan mutu layanan pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang layak, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung pembelajaran.
Enam fasilitas utama sebagai fokus revitalisasi sekolah pada tahun ini mencakup ruang kelas, ruang guru, ruang administrasi, perpustakaan, toilet, laboratorium, dan Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Pemerintah telah menargetkan merevitalisasi sebanyak 10.440 sekolah negeri dan swasta dengan alokasi dana mencapai Rp 17,1 triliun.
Swakelola
Salah satu aspek strategis dari program revitalisasi sekolah adalah mekanisme swakelola. Jadi, dana revitalisasi disalurkan langsung ke rekening sekolah dan dikelola secara mandiri oleh pihak sekolah dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat. Model ini sejalan dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (otonomi sekolah) yang sudah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010.