Baca Koran babelpos Online - Babelpos

Penggunaan Istilah Paten yang Keliru

1--Darwance-Dok Pribadi-

//Penggunaan Istilah yang Keliru

Dalam praktik, paten merupakan salah istilah sekaligus cabang HKI yang sering kali digunakan secara keliru. Ini bukan hanya terhadap buah-buahan atau hasil pertanian/ perkebunan, tetapi juga pada objek yang itu masuk ruang lingkup cabang HKI tersendiri. 

 

Sebagai contoh, jamah terdengar orang mengatakan, “Buku hasil penelitian ini sudah saya patenkan”, “Lagu ini sudah saya patenkan”, atau “Novel ini sudah dilindungi paten”, dan masih banyak lagi. Padahal jelasnya, baik buku referensi, lagu, maupun novel merupakan bentuk hasil olah intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dilindungi oleh hak cipta, cabang HKI tersendiri dan ini jelas berbeda, bukan paten. 

 

Apakah ada unsur teknologi di ketiga karya itu? Bila pun ada, itu terpisah pada bagian tersendiri, misalnya teknologi yang dibahas pada sebuah buku referensi, teknologi rekaman lagu, atau teknolgi untuk mencetak novel tadi.

 

Terlampau seringnya istilah paten salah digunakan, mengingatkan saya pada tulisan berjudul “Keliru tapi Disepakati Benar” yang ditulis oleh Jaya Suprana (Kompas.com, 9 Desember 2024). Mendasarkan pada hasil pengamatan dan penelitian Pusat Studi Kelirumologi, perilaku manusia dalam menggunakan bahasa adalah kecenderungan menggunakan istilah yang sebenarnya keliru, tapi disepakati benar. 

 

Dicontohkan, hanya karena ruang kerja di Istana Kepresidenan disebut sebagai Bina Graha, maka banyak gedung yang disebut sebagai Graha. Padahal, menurut Kamus Sansekerta Indonesia, kata graha bermakna buaya. Sementara itu, istilah yang benar untuk menyebut gedung sebenarnya adalah gerha tanpa a di antara r dan h. 

 

Sekalipun tidak persis sama, “keliru lama-lama seolah benar-benar saja” ini juga menimpa istilah paten, meskipun makna paten dalam KBBI tidak jauh berbeda dengan definisinya secara normatif, yakni hak yang diberikan pemerintah kepada seseorang atas suatu penemuan untuk digunakan sendiri dan melindunginya dari peniruan (pembajakan). Ini dikarenakan kelaziman yang dimaklumi sehingga lama-lama dianggap benar. Misalnya, “Rasanya paten!”, atau contoh-contoh di awal tulisan ini.

 

Penggunaan istilah paten yang keliru dalam praktik memang tidak berkonsekuensi secara hukum, tetapi tidak ada salahnya bila istilah-istilah yang ada dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya, dalam konteks ini sesuai dengan ruang lingkup masing-masing cabang HKI. Apalagi, bila yang mengucapkan istilah itu adalah pejabat publik atau figur-figur yang setiap tindakan dan ucapannya dapat dijadikan sebagai referensi (sumber belajar) bagi masyarakat secara luas. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan