Penggunaan Istilah Paten yang Keliru
1--Darwance-Dok Pribadi-
Oleh Darwance
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung
Anggota Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual (APHKI)
ADA hal menarik pada perbincangan di grup whatsapp Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual (APHKI) pagi itu (16 Desember 2024), dan ini sudah sering terjadi sebetulnya. Seorang rekan, membagikan foto dari salah satu koran lokal di Pulau Jawa. Judulnya “Festival Gedong Gincu & Cau Apuy”.
Bukan substansi tulisannya yang didiskusikan, lebih tepatnya dikritik, tetapi penggunaan istilah dalam tulisan itu. Pada tulisan itu, mengutip pernyataan salah seorang penjabat kepala daerah, disebutkan, “Kedua jenis buah-buahan ini asli Majalengka yang telah memiliki hak paten. Mangga gedong gincu akan dieskpor ke Jepang.”
Komoditas ini, setidaknya menurut rekan yang membagikan tulisan itu, status hak kekayaan intelektual (HKI) memang belum ada. Pernah mau diusulkan sebagai indikasi geografis, tetapi karena banyaknya daerah yang mengklaim sebagai khas daerah masing-masing, pengajuan itu tak kunjung disepakati. Menariknya, mengapa disebutkan telah memiliki “hak paten?”
Penggunaan istilah paten untuk objek berupa buah-buahan bukan hanya keliru, tetapi juga menegaskan bahwa tidak semua orang memahami konsep HKI sampai pada jenis-jenis dan ruang lingkup perlindungan untuk setiap jenis itu sekalipun.
Pada tulisan berjudul “Lada, Indikasi Geografis atau Paten?”, yang pernah diterbitkan Bangka Pos di penghujung Desember 2024, saya pernah mengulas soal penggunaan istilah paten terhadap produk yang sudah nyata-nyatanya secara hukum berstatus sebagai indikasi geografis, tetapi oleh pejabat daerah di Kepulauan Bangka Belitung kala itu, tetap disebut sudah dilindungi atau sudah dipatenkan.