KORANBABELPOS.ID.- Pertanyaannya, sejak kapan penambangan timah oleh rakyat atau penambangan liar marak dan masif di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel)?
"Sejak UU otonomi daerah ditetapkan (diberlakukan.red), sejak saat itulah masyarakat secara masif dan marak melakukan penambangan liar itu," demikian saksi Ahmad Syamhadi dari PT Timah Tbk memberi kesaksinya di persidangan Tipikor tata niaga komoditas timah terkait wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
BACA JUGA:Simalakama Ilegalnya Tambang Rakyat? Tapi Timah Terdongkrak!
Ia bersaksi untuk persidangan 4 terdakwa masing-masing bos timah Koba Bangka Tengah (Bateng) Tamron als Aon selaku owner, Kwan Yung alias Buyung, Hasan Tjhie Dirut, dan Achmad Albani selaku manager operasional tambang.
GM produksi PT Timah itu mengaku tidak tahu soal darimana sumber pasir timah yang diekspor smelter-smelter saat itu. Namun dia tak memungkiri setelah adanya program penyelamatan atas asset, banyak pasir timah yang masuk ke PT Timah.
"Setelah ada program SHP (Sisa Hasil Produksi), banyak penambang liar yang menjual pasir timahnya ke PT timah. Menyerahkan kepada pos Pospam," katanya.
BACA JUGA:Mengurangi Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Dia juga menceritakan awal mula terjadi penambangan liar secara masif. Dimana sampai terjadi penambangan ilegal di banyak IUP PT Timah itu.
Persidangan dengan majelis yang diketuai hakim Toni Irfan beranggota hakim Teguh Santoso dan Purwanto Abdullah, juga menyinggung soal adanya sewa menyewa smelter --seperti dalam dakwaan--.
Dikatakan alumni pertambangan ITB ini, kalau itu tidak masuk dalam RKAB PT Timah. RKAB sendiri menurutnya dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.
"Itu seharusnya ada termuat dalam RKAB," ujarnya.
Terkait dengan kerjasama smelter menurutnya juga tidak ada studi kelayakan atau FS.
"Saya mencari info, kalau FS-nya ternyata dibikin mundur. Semua administrasi dibuat back date," tukasnya.***