CERPEN SOFHIE : Kontradiksi

Rabu 24 Jul 2024 - 18:30 WIB
Editor : Budi Rahmad

SEBUAH pesan masuk ketika Rian lagi bersemadi di dalam kamar mandi. Ritual pagi yang ia sebut dengan kodrat alam itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai seorang bujangan di kota rantauan, ia terbiasa dengan rutinitas yang disiapkan mandiri. 

Semalam sebungkus nasi goreng dan kwetiaw goreng sengaja dibelinya langsung sekaligus. Bila pagi hari tak sempat untuk keluar mencari sarapan maka cukuplah ia menghangatkan apa yang dibeli semalam.  Sehabis mandi ia langsung mengecek ponsel. 

Seorang petani, Pak Bujang membutuhkan bantuannya.  Setelah basa-basi menanyakan lokasi, Rian langsung menyatakan kesiapan untuk hadir ke lokasi namun dengan syarat ia akan tiba sedikit terlambat. 

Selepas zuhur, Rian mulai menuju ke lokasi. Rute perjalanan yang akan ditempuh memakan waktu kurang lebih tiga jam. Jalanan melintasi perkebunan sawit di kanan dan kiri. Pohon sawit berjejer dengan rapi. Sesekali bunyi klakson kendaraan terdengar.

BACA JUGA:CERPEN RUSMIN SOPIAN: Lelaki di Balik Kesedihan Rimba

Rian menyilakan mereka memotong jalur. Terburu-buru untuk sesuatu yang tidak terlau ditunggu adalah kesia-siaan. Rian mulai menyetel musik favoritnya.

Suara Ebiet G.Ade bergema di dalam Mitsubishi Xpander Ultimate berwarna hitam itu.  Rian menyukai musik genre apa saja. Kadang-kadang ia akan menyetel Guns N Roses  bila mata terasa kantuk dan sendirian seperti saat ini. Rian menuju lokasi yang dikenal duren lokalnya di kota ini.  Tak lama kemudian setelah beberapa waktu, azan asar sayup terdengar mengiringi perjalanan.  

Rian mulai mencari masjid di sepanjang jalan. Hari ini dia ingin bersembahyang di masjid yang besar.  Kadangkala ada keinginan dalam hatinya membuat sebuah feature tentang berbagai masjid yang ia kunjungi. Rian ingat perkataan temannya yang menjadi seorang guru. Ia ingin mengabdikan diri untuk petugas kebersihan masjid yang akan ia singgahi. Waktu itu Rian tertawa. Percakapan ngolor ngidul andaikata mereka nantinya tidak dipakai/pensiun dari pekerjaan.

Rian memarkirkan mobilnya di salah satu masjid berwarna hijau kombinasi putih. Sekilas terlihat bersih dan besar. Rian mengambil peci resam yang disimpan dalam dasbor mobil. Peci resam pemberian seorang petani ketika ia membantu pemulihan salah satu kebun cabai miliknya.  Kebun yang luas sekitar dua hektar itu mengalami hama keriting.

Rian yang memperkenalkan produk pertanian khusus untuk hama tanaman memberikan solusi. Syukurnya, usaha yang dilakukannya berbuah baik. Pak Tono, pemilik kebun cabai dapat panen yang banyak.  Waktu Rian kembali mengecek rupanya Pak Tono menghadiahkan sebuah peci resam. Meskipun menolak namun akhirnya Rian menerima karena terus dipaksa Pak Tono.

                                                                             --

Para jamaah mulai berdatangan meskipun tak banyak. Salat asar memang jarang diramaikan di masjid. Hanya segelintir saja yang hadir itu pun orang yang sama. Rian langsung menuju tempat wudu yang berada di luar. Air keran yang dingin menyegarkan mata. Tampak beberapa bapak memakai sarung dan peci. Selepas salat para Jemaah bersalaman. Rian melirik Seiko di pergelangan tangan kanannya. 

Pukul empat sore. Sebentar lagi ia akan tiba di kebun duren Pak Rahmat. Beberapa Jemaah masih terlihat mengobrol di dalam masjid. Rian bergegas menuju toilet. Rian mengikuti arah panah yang mengarahkan lokasi toilet. 

BACA JUGA:CERPEN MARHAEN WIJAYANTO: Sambal Terasi

Belum sampai kaki Rian memasuki toilet. Bau pesing membuat perutnya mual seketika. Rian mengurungkan niatnya untuk kencing. Dia langsung bergegas keluar sembari menutup hidungnya. Napasnya ngos-ngosan menahan napas. Dia tidak menyangka akan mencium aroma pekat seperti itu di toilet masjid yang besar dan bagus ini. Sesampai di halaman masjid seorang bapak memerhatikan tingkah Rian. Sepertinya ia juga salah satu pengurus masjid.

Kategori :