KETIKA ada kata-kata 'tambang', maka yang tergambar pastilah penggalian sumber daya alam, dengan berbagai jenis kekayaannya. Dan ketika bicara tambang, maka identik dengan eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang harus intens dan dalam jumlah yang banyak.
Oleh: Syahril Sahidir
CEO Babel Pos Grup
JIKA ada tambang, maka mau dilakukan oleh profesor atau orang yang tidak berpendidikan sekalipun, artinya tetap sama yaitu, eksploitasi alam.
Tambang pasir atau tambang batu saja, yang kelas tambang rakyat atau kelas cukong kakap baru bernilai jual dan berharga ketika sudah dalam jumlah atau M3 Kubik. Sekian truk, bukan sekian butir?
Bagaimana dengan sebutan tambang rakyat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel)?
Itu biasanya mengacu pada tambang inkonvensional yang orang Babel menyebutnya TI. Tambang sekelas ini tidak jarang hanya merambah kawasan tertentu atau bekas lahan tertentu bahkan kadang bekas WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) PT Timah Tbk atau milik swasta yang justru dinilai tidak produktif lagi untuk dieksploitasi skala besar. Itu Kawasan yang tidak produktif dan rugi untuk penambangan dengan modal besar, karena sudah tidak berimbang lagi antara modal dan hasil.
Sementara, rakyat secara berkelompok, 3-5 orang bermodal mesin --istilah penambang mesin (merk) robin-- menggarap bekas lahan masih dapat timah tidak dalam jumlah yang banyak, namun mampu memenuhi kebutuhan penambang dengan kelompoknya untuk kebutuhan sehari-hari. Maklum, modal yang dikeluarkan kecil hanya modal tenaga yang mungkin lebih banyak di sini.
Tapi, itu ada tambang dengan beberapa unit alat berat, yang rakyat juga ikut di dalamnya?
Berarti, itu bukan TI, tapi kebalikannya itu adalah tambang Non-Konvesional (TN).
Tambang kelompok ini sudah butuh pemodal, bahkan bukan tidak mungkin sudah ada perusahaan yang secara legal menambang.
Apakah rakyat terlibat? Jawabnya, iya, rakyat ngikut di sini.
Riuh Sepanjang Masa
Ada pertanyaan yang seperti tak pernah ada jawaban? Yaitu, mengapa persoalan tambang timah ini riuh sepanjang masa?
Terlepas dari regulasi timah yang demikian njelimet dan selalu berubah-ubah, persoalan utamanya saat ini adalah kepentingan dan legalitas.