“Namun dari lubuk hati terdalam, sebagai warga negara biasa saya sedih dan putus asa, karena kemudian kegiatan kami dikatakan sebagai kegiatan tambang ilegal, padahal kami hanyalah pihak ketiga (swasta) yang bekerja berdasarkan perjanjian yang sah dengan PT Timah Tbk,” tuturnya.
Aon menuturkan, sampai dengan perjanjian kerjasama berakhir di tahun 2020, CV VIP tak pernah mendapat teguran dari PT Timah Tbk, karena telah melaksanakan kegiatan dengan penuh itikad baik, kejujuran, dan ketulusan hati.
"Sehingga tak ada sedikitpun perbuatan kami yang bersifat wanprestasi, apalagi melakukan perbuatan melawan hukum," ucapnya.
“Dengan penuh itikad baik, kami selalu memastikan bahwa kegiatan kami sesuai dengan perjanjian yang sah," imbuhnya.
"Kami tak pernah melakukan kegiatan di luar perjanjian tersebut apalagi melakukan kegiatan illegal seperti telah terbukti secara jelas dan nyata dalam fakta persidangan, sehingga jadi pertanyaan besar bagi diri saya bagaimana mungkin kegiatan yang dilakukan oleh CV VIP tersebut dikatakan sebagai tambang ilegal,” tuturnya.
BACA JUGA:Sidang Tata Niaga Timah Terdakwa Harvey Moeis Cs, Divonis Sebelum Natal
“Kami hanya membantu pemegang IUP yang sah tanpa adanya niat jahat sedikitpun seperti yang terungkap dalam persidangan, bahkan dari kerja sama itu PT Timah memperoleh keuntungan besar tanpa harus mengeluarkan modal apapun, serta ada pajak dan royalty yang diterima negara lewat ekspor yang dilakukan PT Timah,” katanya.
Ironisnya lagi, selama ini kegiatan yang dilakukan juga sudah diaudit akuntan publik dan audit BPK pada 26 Juli 2021, tidak ditemukan penyimpangan terhadap kinerja PT Timah.
“Memang perusahaan smelter swasta, dalam hal ini termasuk CV Venus Inti swasta dan CV afiliasi lainnya memperoleh keuntungan dalam kerjasama dengan PT Timah Tbk, akan tetapi keuntungan yang diperoleh tersebut adalah keuntungan yang wajar dalam berbisnis,” katanya.
Di akhir pembelaannya, Aon menyatakan bahwa dirinya sangat sedih mendapat kabar dari keluarganya bahwa banyak karyawannya yang belum dibayarkan upahnya, sehingga banyak karyawan tak mampu membiayai pendidikan anak-anak dan tidak dapat meneruskan pembayaran cicilan kredit rumah.***