KORANBABELPOS.ID.- Kerugian negara terutama kerugian lingkungan dalam sidang kasus Tipikor Tata Niaga Timah di IPU PT Timah 2015-2022, akhirnya menimbulkan perdebatan Panjang. Mulai dari angka kerugian itu sendiri, hingga Lembaga berwenang yang menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.
Mulai dari angka kerugian kerusakan lingkungan yang Rp 271 Triliun yang mengutip dari perhitungan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Dalam kasus ini, sang professor itu sendiri merubah dengan angka Rp 150 Triliun, meski dalam sidang ada versi tetap angka Rp 271 Triliun.
Perdebatan juga muncul, karena tidak semua lingkungan di Bangka Belitung (Babel) yang rusak adalah IUP PT Timah. Ada juga ahli yang mengemukakan, lingkungan yang berubah akibat penambangan tidak semata menimbulkan kerugian, karena ada juga fakta keuntungan. Misalnya bekas galian timah yang menjadi penyimpanan air, juga bahkan ada bekas galian yang menjadi objek wisata.
BACA JUGA:Misteri di Balik Kasus Tipikor Timah, Kerugian dan Tokoh?
Kewenangan BPK
Di sisi lain, soal Lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara juga tak luput dari perdebatan. Perhitungan kerugian yang diajukan JPU dalam persidangan adalah dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sementara, menurut Ahli, sesuai aturan yang ada perhitungan itu adalah kewenangan dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Bahkan saksi ahli yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasihat Hukum (PH) terdakwa sepakat bahwa lembaga yang dapat melakukan penghitungan atas kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan.
Saksi dari JPU, Kartono misalnya, selaku Pakar Hukum Lingkungan menerangkan lembaga yang berwenang untuk menghitung kerugian negara adalah BPK sesuai Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ini diungkapkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (23/10) lalu.
"Siapa sih yang berwenang untuk melakukan penghitungan kerugian negara dan juga termasuk perekonomian negara?” tanya Hakim Ketua Eko Aryanto
"Kalau yang berwenang untuk menghitung kerugian keuangan negara sudah ada yang mulia rambunya, patokannya baik itu di Undang-Undang BPK dan undang/undang yang lainnya tentu BPK," jawab Kartono.
Dalam persidangan lanjutan yang digelar pada Rabu (20/11), Saksi Ahli Hukum Keuangan Negara, Dian Puji Simatupang yang diajukan oleh PH Terdakwa juga mengungkapkan hal yang sama terkait lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara.
BACA JUGA:Saksi Ahli di Sidang Tipikor Kasus Timah: Uang BUMN Bukan Uang Negara
Dian menjelaskan, yang berwenang untuk melakukan, menilai, dan menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan Pasal 23E ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan turunannya Pasal 10 ayat 1 UU 15 Tahun 2006 Tentang BPK.
"Kalau bisa membaca Perpres 192 tahun 2014 tentang BPKP yang diubah pada 2022, itu BPKP hanya diberikan fungsi menghitung kerugian negara, tapi itu juga dalam rangka pengendalian intern pemerintah,” tuturnya.
"Jadi, kalau dicari seluruh peraturan perundangan tidak ada satu pun lembaga, kecuali BPK di pasal 10 ayat 1 BPK berwenang menilai kerugian negara akibat perbuatan hukum atau kelalaian di keuangan negara, APBN, APBD, dan seluruh pengolahan negara lainnya,” jelas Dian.