Jika Nabi saw. melarang duduk di jalan umum karena mengambil hak pengguna jalan, apalagi aktivitas pertambangan yang menghalangi hak warga dan juga merusak lingkungan secara luar biasa.
Ketiga, selain mendudukkan persoalan kepemilikan dalam hal tambang yang jumlahnya melimpah, negara juga tetap harus memperhatikan persoalan lingkungan dan tempat hidup masyarakat.
Walaupun negara melakukan pengelolaan tambang misalnya, namun tidak serta merta semua tempat yang terkandung bahan tambang melimpah harus ditambang semua. Sebab demikian akan muncul kerusakan pada alam atau bahkan hilangnya ruang hidup masyarakat.
Syariat Islam mewajibkan negara untuk mencegah hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya, seperti pencemaran, perusakan alam, hilangnya mata pencaharian warga, dsb.. Penguasa dalam Islam didudukkan sebagai pelindung rakyat bukan berorientasi keuntungan ekonomi semata. Sabda Nabi saw.: Sungguh Imam (pemimpin) itu (laksana) perisai di belakangnya, orang-orang berperang dan kepada dirinya mereka berlindung. (HR Al-Bukhari dan Muslim). (Muslimah News, 10/06/23).
Dengan demikian, jelaslah bahwa aturan islam amat sangat melindungi manusia. Sudah seharusnya setiap masalah dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara diselesaikan dengan aturan yang datang dari Sang Pembuat Hukum. Sebab, jika hukum dibuat oleh manusia maka akan rawan menimbulkan konflik, pertikaian dan sarat kepentingan.
Aturan islam yang demikian komprehensif jika ditabani (diadopsi) oleh negara akan mampu menyelesaikan konflik yang berkepanjangan bahkan membawa negara ini menjadi negara yang sejahtera dan penuh berkah. Wallahu alam.