Oleh: Nurul Aryani (Tenaga Pendidik dan Aktivis Dakwah Islam Kaffah)
Masyarakat bersama mahasiswa dan aktivis lingkungan melakukan demo menolak tambang timah di Perairan Laut Batu Beriga, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Senin, 28 Oktober 2024.
Aksi yang diperkirakan diikuti ribuan orang ini menyuarakan hal yang sama yakni menuntut agar IUP PT Timah untuk menambang di Laut Batu Beriga dicabut sehingga aktivitas penambangan tidak bisa dilakukan. (Pos Belitung, 28/10/24)
Berdasarkan riset WALHI Kep. Bangka Belitung, perairan Batu Beriga sendiri merupakan kawasan yang masih terjaga kelestariannya dan masuk pada enam kategori kawasan yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (NKT), empat kategori NKT dimiliki oleh perairan Batu Beriga.
Laut Batu Beriga telah menjadi rumah bagi banyak keanekaragaman biota laut seperti Penyu Hijau, Nautilus, Dugong, Hiu Pari, Ikan Napoleon, Lumba-lumba Hidung Botol, Kima serta Pari Manta. (Walhi.or.id, 31/10/24).
Perairan Laut Batu Beriga juga menjadi ruang hidup bagi nelayan, sumber penghasilan dan penghidupan secara turun menurun dengan melimpahnya ikan, udang, sotong dan lain sebagainya. Lebih dari 80 persen masyarakat hidup bergantung dari hasil laut. Oleh sebab itu, masyarakat menolak dengan tegas rencana penambangan timah di Perairan Batu Beriga.
Kepentingan Siapa?
Konflik pengelolaan SDA sudah berulang terjadi di Indonesia dan sulit untuk tidak mengatakan bahwa pihak yang rugi selalu masyarakat. Demikian juga Rencana operasi tambang timah jenis Ponton Isap Produksi (PIP) di laut Desa Batu Beriga yang tidak mungkin tidak berdampak pada lingkungan.
Menurut analisa Ahmad Subhan Hafiz Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kep. Bangka Belitung, kandungan logam berat (Pb, Cd, Cr) pada limbah cair kegiatan penambangan timah sudah berada di atas baku mutu lingkungan, sehingga menjadi bahan pencemar lingkungan. Hal ini diperparah dengan praktik pembuangan limbah tambang timah secara langsung atau berada di atas permukaan laut. Kondisi arus laut yang dinamis, limbah penambangan dapat terbawa sejauh 6-7 mil, sehingga aktivitas penambangan timah sangat mengganggu wilayah tangkap nelayan. (Walhi.or.id, 12/05/24).