PERTEMPURAN TADJAUBELAH

Senin 04 Nov 2024 - 20:47 WIB
Reporter : Tim
Editor : Syahril Sahidir

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP, CECH

Sejarawan dan Budayawan 

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 

 

TADJAUBELAH adalah lokasi pertempuran sengit antara pasukan Belanda melawan pasukan Depati Amir. 

-----------------

POSISI Tadjaubelah terletak di antara Kampung Lukok di Timur Laut dan Kampung Titi Medang di Barat Laut serta di antara kampung Titi Puak di Barat Daya dan kampung Petaling di Tenggara. Perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir melawan pasukan Belanda terjadi pada rentang Tahun 1848-1851 Masehi. Pertempuran terjadi  hampir di seluruh pelosok pulau Bangka. Pertempuran besar antara pasukan Depati Amir dengan pasukan Belanda terjadi di daerah Lukok, Cepurak, Mendara, Mentadai, Ampang, Ketiping, Titi Puwak dan Titi Medang. Pertempuran terbesar antara pasukan Depati Amir dan pasukan Belanda terjadi di daerah Tadjaubelah. 

Perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir pada tahun 1848-1851 Masehi sangat mendapat perhatian serius dari pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Perhatian serius diberikan karena penghasilan atau pendapatan negara dari pertambangan timah di pulau Bangka menjadi merosot. Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, Jan Jacob Rochussen (memerintah tahun 1845-1851 Masehi) secara khusus memperhatikan masalah ini dengan mengirimkan komisaris bernama H.J. Severijn Haesebroek, dan Kolonel Buschkens untuk memberi masukan guna penyeselesaian perang Bangka. Sementara itu untuk menyelesaikan peperangan yang semakin meluas skalanya di pulau Bangka, Pemerintah Hindia Belanda menetapkan Keputusan tanggal 17 September 1850 nomor 1 yang memutuskan, bahwa untuk menundukkan dan menyelesaikan perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir harus dilakukan dengan kekuatan militer melalui operasi militer.

Sebagaimana kebiasaan dalam menghadapi berbagai perlawanan rakyat di Hindia Belanda pada sekitar abad 19 Masehi, seperti dalam perang Aceh (tahun 1873-1904 Masehi), ketika waktu itu Belanda mengutus Christian Snouch Hurgronje (tahun 1857-1936 Masehi) untuk mempelajari masyarakat Aceh guna penyelesaian perang, Pemerintah Hindia Belanda lebih awal lagi sebelum perang Aceh yaitu pada saat perang Bangka (tahun 1848-1851 Masehi) telah mengutus komisaris H.J. Severijn Haesebroek, dan Kolonel Buschkens untuk meneliti tentang kondisi masyarakat Bangka dan memberikan masukan-masukan penting kepada pemerintah Hindia Belanda guna mempercepat penyelesaian perang Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir. 

Masukan yang kemudian diberikan oleh komisaris H.J. Severijn Haesebroek dan Kolonel Buschens untuk menyelesaikan perlawanan rakyat Bangka adalah satu tindakan militer agar kampung-kampung di pulau Bangka yaitu kampung Set, Puding, Bakam, Lajang dan Mabat sebagai wilayah utama tempat perlawanan rakyat dikuasai, kemudian patroli militer dilaksanakan secara terus menerus untuk mendesak Depati Amir dan pasukannya ke arah sebelah Selatan dari jalan besar yang menghubungkan Mentok ke Pangkalpinang, atau mendesaknya pada daerah yang hampir tidak ada penduduknya. Parit-parit penambangan timah dan kampung-kampung harus dijaga dengan ketat serta didirikan pos-pos militer, kampung-kampung yang mengelompok dan terletak di pedalaman harus dihubungkan dengan jalan setapak. Penduduk pribumi Bangka orang Darat kemudian diperintahkan untuk mulai mengerjakan ladang sebagai salah satu cara untuk mengikat mereka agar tidak bergabung dan menjadi pasukan Depati Amir. 

Masukan yang diberikan komisaris H.J. Severijn Haesebroek dan Kolonel Buschkens juga tentang pelaksanaan  operasi militer, siasat benteng stelsel, memperkuat balatentara dengan mendatangkan kapal perang bertenaga uap untuk mempercepat gerak pasukan dan memblokade perairan pulau Bangka.Salah satu strategi Belanda yang kemudian efektif untuk melemahkan kekuatan Depati Amir dan pasukannya adalah menghambat dan memutuskan jalur distribusi logistik dengan cara memindahkan pemukiman penduduk pulau Bangka yang tersebar dan terkonsentrasi dalam 10 sampai 40 bubung rumah atau pondok hume dan selalu berpindah-pindah dekat ladang padi mereka yang berlokasi di pedalaman ke lokasi pemukiman baru yang dibangun pemerintah Belanda yang terkonsentrasi di jalan-jalan raya yang baru dibangun. Kemudian pasukan Belanda terus mendesak Depati Amir dan pasukannya ke daerah yang tidak berpenduduk dan mengepungnya dengan kekuatan militer penuh.

Dalam pertempuran di daerah Tandjaubelah, pasukan Depati Amir yang bermarkas di daerah Tampui dan Moendar dikepung pasukan Belanda dari markas militernya di kampung Bakam, Tiangtara, Ampang dan Pangkalmancung. Pasukan Belanda dari Distrik Pangkalpinang menghadang pasukan Depati Amir di daerah Tadjaubelah dan pasukan Belanda dari kampung Layang menghadang pasukan Depati Amir di daerah sekitar kampung Mabed untuk mencegah pasukan Depati Amir lari ke daerah Bakoong, Cempurak, Mendara/Menareh, Lukok, Kimak dan Depak. 

Pasukan Depati Amir karena dikepung dari berbagai arah kemudian bergerak ke selatan menuju daerah Tadjaubelah bergabung dengan pasukan di Moendar dan terus melalui daerah Tanabawa menuju daerah Tadjaubelah. Terjadilah kontak senjata dan pertempuran sengit dengan pasukan Belanda dari Distrik Pangkalpinang yang menimbulkan korban besar di kedua pihak. Karena kekurangan persenjataan dan amunisi, pasukan Depati Amir kemudian menyingkir ke daerah Depak dan bergabung dengan anak pasukan lainnya yang dipimpin oleh Awang. Pada saat pertempuran di Tadjaubelah panglima perang pasukan Depati Amir, Bujang Enggak gugur dan panglima perang Dahan putus tangannya.

Dalam mengatasi perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir, Belanda harus beberapa kali mendatangkan bala bantuan dan peralatan perang dari Keresidenan Palembang dan langsung dari Batavia. Bantuan yang datang antara lain, pada tanggal 26 April 1850 Masehi dengan kekuatan 4 perwira, 143 Bintara beserta anak buahnya dipimpin kapten J.H. Doorschodt dan Jonkheer de Casembroot. Sebagian pasukan tinggal di ibukota Muntok dan sebagian pasukan ditugaskan ke Distrik Pangkalpinang untuk selanjutnya ditempatkan di kampung-kampung di wilayah tempat terjadinya pertempuran. 

Kemudian pada tanggal 26 September 1850 Masehi didatangkan lagi bala bantuan pasukan dipimpin Kapten Buys dengan kekuatan dua kapal perang bertenaga uap yaitu kapal uap Bromo dan kapal uap Cipanas yang bersandar di Teluk Kelabat. Bersandarnya dua kapal perang di teluk Kelabat bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat transportasi dan logistik pasukan militer Belanda ke ibukota keresidenan di Kota Muntok dan ke distrik lainnya di pulau Bangka serta dalam rangka memblokade perairan pulau Bangka agar Depati Amir tidak dapat menerima bantuan logistik dan persenjataan dari luar pulau. Pasukan militer Belanda kemudian semakin diperkuat dengan didatangkannya Kompi Afrikaansche Flank-kompagnie dari Batalion ke 12 di bawah pimpinan Kapten Blommenstein. Pasukan ini kemudian ditempatkan di pos-pos militer Belanda yang didirikan di kampung Tjengal, Distrik Sungailiat, Distrik Pangkalpinang dan Distrik Belinyu. 

Kategori :

Terkait

Senin 04 Nov 2024 - 20:47 WIB

PERTEMPURAN TADJAUBELAH

Senin 21 Oct 2024 - 22:07 WIB

MADU PELAWAN

Senin 07 Oct 2024 - 21:27 WIB

EXILE GOVERNMENT FROM BANGKA