Konstruksi Feminisme dan Stigma Negatif Masyarakat Terhadap Kaum Perempuan

Oleh Izcha Pricispa, Mahasiswa Mahasiswa Sosiologi, Universitas Bangka Belitung-Dok Pribadi-

STIGMA Negatif terhadap kaum perempuan secara gamblang menunjukkan superioritas kaum laki-laki kepada kaum perempuan dalam masyarakat yang bersumber pada ideologi patriarki. 

Hingga saat ini, tidak sedikit stigma negatif masyarakat terhadap kaum perempuan. Hal ini didasari oleh stigma masyarakat terkait dengan kodrat perempuan yang hanya diperuntukkan fokus pada tugas domestik saja ditambah lagi dengan anggapan bahwa secara universal kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan yang dalam posisi ini kaum perempuan dinomorduakan. 

BACA JUGA:Kurikulum Pendidikan Tinggi Berubah-ubah Bukti Sistem Pendidikan di Indonesia Sedang Tidak Baik-Baik Saja

Dalam konteks ini, menunjukkan bahwa terdapat oposisi biner pada masyarakat. Oposisi biner seringkali memunculkan hierarki yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain.   

Meminjam pemikiran yang dikembangkan oleh Jacques Derrida yakni dekonstruksi, yang mana menjelaskan adanya penolakan terhadap realitas atau makna yang tetap dan pasti. Teori ini mempertanyakan oposisi biner dan hierarki yang ada dalam struktur bahasa dan pemikiran. 

Dalam konteks ini, perempuan mempunyai hak untuk setara dengan kaum laki-laki baik itu dalam pekerjaan, pendidikan atau bahkan di ruang politik. Derrida menekankan bahwa makna tidak stabil dan pasti, sehingga ketidaksetaraan ini dapat didekonstruksi untuk mengungkapkan pluralitas makna yang mungkin tersembunyi di baliknya. 

BACA JUGA:Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja

Dekonstruksi dapat memberi ruang terkait dengan perubahan terhadap realitas sosial yang akan menghargai keberagaman dan menjunjung kesetaraan.

Dalam oposisi biner terdapat paradoks. Paradoks sendiri merupakan ketidakkonsistenan makna yang, memuat dua sisi yang kontradiktif, serta setiap makna yang ada tidak pernah utuh (Herza, 2023). 

Hal ini sama dengan ketika masyarakat menganggap laki-laki sebagai superior dan meng-subordinatkan perempuan atau anggapan seperti laki-laki berhak mempunyai kesempatan dalam pendidikan, pekerjaan dan ruang publik sedangkan perempuan hanya berhak atas pekerjaan domestik saja. 

Namun demikian, anggapan-anggapan tersebut dapat runtuh ketika kita bisa menunjukkan sisi lain dari perempuan, yakni banyak perempuan yang bekerja, berpendidikan tinggi serta aktif dalam ruang publik. Oleh karena itu, oposisi biner yang menempatkan kaum perempuan lebih rendah dari kaum laki-laki akan terbongkar sisi paradoksalnya.

 BACA JUGA:Guru Berkarakter Sekolah Berbudaya

Dengan mendekonstruksi oposisi biner terkait dengan stigma negative masyarakat terhadap perempuan, akan terlihat bahwa sebenarnya tidak ada yang mutlak, benar atau salah, kuat atau lemah. 

Semua itu hanyalah konstruksi yang dapat dipertanyakan dan diubah dalam konteks kongkret. Dekonstruksi terhadap stigma negative masyarakat itu dapat membuka ruang untuk melihat bahwa sudah seharusnya kaum perempuan mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki.

Tag
Share