Saat Humanisme Berpaling Dari Peta Sastra Dari Dunia Sana
Mohammad Arfani-Dok Pribadi-
DALAM dunia karya sastra sangat terikat dalam lingkaran manusia dan kemanusiaan yang tentu saja mempunya perbedaan makna yang saling terikat. Terutama dalam setia teks yang tertulis atas dasar cerita dan pertistiwa yang digali dati setiap hubungan antar manusia-manusia itu sendiri, yang dalam aktualisasi dalam peristiwa dunia bentuk imajiner yang diwarnai sisi dominan dalam memandang setiap sisi kehidupan yang ingin disampaikan.
Oleh: Mohammad Arfani
Pengisahan salin bentuk teks tersebut menjadi pergelutan humanitas yang menupakan dari tujuan nilai-nilai kemanusiaan atas ketinggian akal, budi, moralitas, dan kepercayaan yang menjadi objek tentang lingkaran nilai dan kondisi humanitas itu sendiri.
Keadaan-keadaan yang terjadi sedemikian rupa yang mempunyai pengaruh dan kaitannya dengan yang lain kepada bentuk yang alamiah atau bentuk-bentuk keterbatasannya yang dengan tegas melangkah pada perenungan terhadap banyak pengalaman kongkret atas segala keuniversalannya.
Konsepsi ini menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan mengutamakan sifat-sifat manusiawi serta potensi unik yang dimiliki setiap individu. Pemahaman humanisme menekankan pentingnya menghargai martabat manusia, mengutamakan empati, toleransi, dan rasa keadilan dalam interaksi sosial atas segala bentuknya.
Demikian juga mengenai masalah humanisme dalam karya sastra yng sering kali berhadapan dengan kenyataan baik bentuk dalam apresiasi pengungkapan tentang banyak atrian dan sudut pandang kenyataan-kenyataan itu sendiri. Karena karya sastra sebagai kekaryaan yang membawa pada gambaran kehendak tujuan serta polanya.
Hakekat sastra yang dihamparkan terbut menjadi banyak kenyataan-kenyataan yang berbeda karena sudut pandang kemanusiawian, dan yang kenyataan yang terjadi menjadi pembenaran dalam setiap kenyataan bagi kemanusiawian itu sendiri yang kita sebut saja pada bagian ini adalah sudut pandang, dan tentu saja tidak ada kemurnian dalam sudut pandang itu sendiri, yang ada adalah pembenaran.
Sastra haruslah mampu membuat manusia melihat realitas kebenaran dalam keindahan yang merangkai peristiwa manusia untuk dapat dirasakan kembali yang berperan penting dalam konteks kehidupan manusia, terlebih membaca perubahan di era teknologi yang tengah berkembang begitu pesat. Di dalam membaca sastra juga sebagai jembatan bagi manusia untuk meraih suatu kemajuan dan perubahan.
Kesusastraan yang ada di dalamnya penuh serangkaian makna dan fungsi yang diperjelas karena karya sastra dikenal dengan karya imajinasi.
Sebagai bentuk dari adalah fenomena yang unik, suatu karya sastra juga mewakili dari hasil realita pengarang yang berasal dari ide, pemikiran, perasaan, dan pengalaman pribadi atau suatu kejadian yang tentunya pernah disaksikan oleh pengarang lalu ia tuangkan ke dalam tulisan karena sastra ialah fakta tentang sistem gagasan manusia dalam bentuk dan cara untuk menjabarkan berbagai kondisi manusiawi untuk menjabarkan manusia dalam dunianya termasuk masalah kepercayaan yang ada di dalamnya.
Aktivitas kepercayaan saat ini mempunyai kontribusi dalam pembentukan suatu sistem pandangan kesusastraan dalam konteks paradigma yang dapat dipahami sehingga membuka kemungkinan pemahaman lain bagaimana aneka kenyataan itu sendiri menjadi berbeda dan bahkan lebih gawat lagi aktivitas-aktivitas terserbut menjadi pemaksa dan keinginan menjadi inhuman (sejenis ubermensch), karena setiap pandangan yang dipaksa menjadi pembenaran itu sendiri dan tidak kongkret berada dalam satu paradigma yang sama dalam pengertian mempunyai asumsi-asumsi dasar yang sama dengan segala implikasi teoritik yang memaksa dan berpaling yang hanya membahas masalah keunggulan dan bukanlah apresiasi dan interpretasi nilai di dalamnya.
Tugas karya sastra adalah memunculkan memikiran yang adiluhung sebagai objek yang manusia dan fakta kemanusiaan yang ada didalamnya dengan bebas berbicara tentang kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai interaksinya dengan lingkungan.