Rp 271 T, itu Nilai Kerusakan Alam Babel, Berapa Kerugian Keuangan Negara?

Jhohan Adhi Ferdian-dok-

Oleh: Jhohan Adhi Ferdian  S.H., M.H., C.L.A

Advokat (Mahasiswa S3 Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur)

Ketua DPW Himpunan Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia Babel

Dosen Hukum Pertambangan Universitas Pertiba

 

SEBAGAI seorang praktisi sekaligus akademisi hati kami tergelitik ketika media massa mengutip pernyataan pada konfrensi Pers Kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 yang mengatakan nilai fantastis sebesar Rp. 271 Triliun.  Padahal nilai tersebut bukan merupakan penghitungan kerugian negara, tetapi dihitung dari kerusakan dari aktifitas pertambangan yang memang telah rusak sejak berabad-abad sebelumnya. 

Penyidik melandasi penghitungan pada Peraturan Menteri LH 7/2014 yang merupakan penghitungan kerusakan alam secara universal, sebagaimana pasal 6 ayat 1; “Hasil penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup oleh ahli dipergunakan sebagai penilaian awal dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar pengadilan atau melalui pengadilan”. angka Rp 271 triliun adalah perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan non kawasan hutan. perhitungan kerugian dalam kawasan hutan dan non kawasan hutan. Rinciannya sebagai berikut yaitu total untuk yang di kawasan hutan adalah Rp 223.366. Trilliun dan Total untuk untuk non kawasan hutan APL adalah Rp 47,703 triliun.

Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian negara dalam suatu tindak pidana korupsi adalah Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan Instansi lainnya tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, Namun tidak berwenang menyatakan atau MEN-DECLARE adanya kerugian keuangan negara. Sebagaimana diatur dalam berdasarkan SEMA No. 4 Tahun 2016.

Jumlah kerugian lingkungan dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022 hingga saat ini masih dihitung. Sekedar mengutip pernyataan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung pada saat konfrensi pers, pihaknya masih menunggu penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Artinya kerugian 271 T bukan angka yang pasti dan hanya dihitung pada kerusakan lingkungan bukan pada kerugian negara dimana tindak pidana korupsi itu disangkakan kepada para tersangka.

Lalu apa itu kerugian negara? Dalam buku Pantang Korupsi Sampai Mati (KPK: 2015) dijelaskan tentang konsep kerugian keuangan negara yang berkaitan dengan korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, konsep kerugian keuangan negara mengandung delik formil. Unsur “dapat merugikan keuangan negara” artinya tindakan akan dianggap merugikan keuangan negara ketika suatu tindakan tersebut berpotensi menyebabkan kerugian negara secara langsung maupun tidak langsung. saya belum menemukan Silogisme berpikir terhadap 271 Triliun diartikan sebagai kerugian negara sebab jika dihitung dengan kerusakan alam semenjak timah ditemukan pada abad 17/18 masehi atau 400an tahun yang lalu dan dilakukan pertambangan secara besar-besaran pada era Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I pada medio 1730an sampai 1740an lalu belanda pada 1819 melalui Banka Tin Winning Bedrijf (BTW), dilanjutkan tahun 1953 oleh PN Tambang Timah Bangka pada yang lalu berubah menjadi PT TIMAH saat ini. tentu angka 271 Triliun tersebut adalah angka yang sangat kecil, tetapi inilah imbas dari pertambangan, apalagi semenjak   dikeluarkannya   Surat   Keputusan   Bupati   Bangka   No. 540.K/271/Tamben/2001 tentang Pemberian Usaha Pertambangan untuk Pengolahan dan Penjualan (ekspor) merupakan salah satu usaha Pemerintah Kabupaten Bangka dalam usaha untuk terus melegalkan usaha tambang Timah Inkonvensional.

Keluarnya SKEP No. 540.K/271/Tamben/2001 dan Perda No. 6/2001 Bupati Bangka saat itu memberikan kesempatan kepada siapapun (masyarakat) untuk melakukan penambangan, dan terutama untuk para pelaku usaha yang bergerak dalam bisnis perdagangan pasir timah ini yang pada dasarnya adalah menambang bekas pemilik Tambang Kontrak Karya yang semula terikat dengan PT. Timah, Tbk. Alasan dari Keputusan Bupati Bangka tersebut bisa dimengerti disebabkan lesunya roda perekonomian di Provinsi Bangka Belitung dikarenakan turunnya harga lada secara drastis hingga mencapai 12 ribu per kilogram pada awal tahun 2003, sehingga dengan adanya Perda dan SKEP tersebut membawa angin segar bagi masyarakat yang secara instan bisa mendapatkan uang cash secara langsung berkebalikan apabila masih menjadi petani lada yang membutuhkan kesabaran luar biasa baru bisa panen.

Lalu apa artinya?

Hubungan Kausalitas antara Tindakan Melawan Hukum dan Kerugian Negara Secara etimologi menurut saya di kasus ini belum menemukan pertalian, Kata Kausa dalam Kamus Hukum diartikan dengan alasan atau dasar hukum; Hubungan kausalitas merupakan faktor yang menguatkan bahwa kerugian negara berupa kekurangan uang, barang dan surat berharga yang terjadi benar- benar merupakan akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penanggung jawab kerugian negara/daeah. Artinya hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan kerugian negara merupakan salah satu dasar untuk menentukan ada tidaknya perbuatan melawan hukum dalam penilaian terhadap terjadinya suatu kerugian negara.Kausalitas tersebut akan membuktikan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh “PEJABAT: yang mengakibatkan terjadinya kerugian.

Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa kerugian negara dikatakan telah terjadi jika telah terpenuhinya unsur-unsur kerugian negara. Kerugian negara telah terjadi jika adanya pelaku/penanggung jawab kerugian yaitu “PEJABAT” yang telah melakukan tindakan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang mengakibatkan terjadinya kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang jumlahnya nyata dan pasti serta memiliki hubungan kausalitas antara tindakan melawan hukum yang dilakukannya tersebut dengan kerugian yang terjadi. sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai oleh “PEJABAT”. Lalu apakah direktur PT TIMAH termasuk PEJABAT NEGARA ?, disinilah letak masalahnya.

Tag
Share