Yusril Mengulas Film Dirty Vote, Anak Presiden yang Berubah
Yusril Ihza Mahendra-dok-
WAKIL Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa Dirty Vote tidak bisa disebut sebagai film dokumenter.
----------
SEBAB, menurut Yusril, konten utama dalam tayangan yang hampir berdurasi dua jam itu adalah cuplikan pemberitaan dan tanggapan dari tiga pakar hukum.
"Ketiga pakar tersebut mengomentari berbagai hal yang terjadi dari berbagai pemberitaan, kemudian mereka memberikan pendapat. Ya, pendapat itu bisa ditafsirkan oleh banyak orang, termasuk adanya kemungkinan kecurangan Pemilu 2024," kata Yusril dalam keterangan tertulisnya, Selasa (13/2).
Menteri Sekretaris Negara pada 2004-2007 itu juga menyoroti waktu perilisan filmnya, yang ditayangkan pada masa tenang dan beberapa hari menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024.
Oleh sebab itu, lanjut Yusril, sangat wajar jika beberapa orang menilai film tersebut sebagai propaganda.
“Ada yang mengatakan ini Dirty Vote versus Dirty Propaganda. Satu judul film mengatakan soal pemilu yang kotor, satunya lagi soal propaganda kotor terhadap pihak tertentu yang berasa di seberang dari si pembuat film,” kata dia.
BACA JUGA:Dandhy Bongkar Alasan Film Rilis Masa Tenang, Film Dirty Vote Bikin Repot?
Yusril menyebut politik sebagai sesuatu yang dinamis. Sehingga, sangat wajar apabila ada orang yang semula mengaku tidak tertarik pada politik, kemudian ikut meramaikan pesta demokrasi.
Pernyataan itu merupakan tanggapan terhadap perubahan sikap calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menjadi sorotan dalam film Dirty Vote.
Yusril Ihza Mahendra mengulas film Dirty Vote, yang menurutnya tidak bisa disebut sebagai dokumenter.
"Saya melihat itu sebenarnya normal saja. Bisa juga kita katakan politik itu dinamis. Mungkin satu ketika anak presiden belum tertarik pada dunia politik, tetapi sekarang bisa saja berubah dan tertarik masuk ke dalam dunia politik," tutur Yusril.
Ihwal isu yang diangkat dalam film, seperti ketidaknetralan penyelenggara dan pejabat negara dalam pelaksanaan pemilu, tidak hanya dialamatkan kepada pasangan Prabowo-Gibran semata.
Pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud MD menjadi pihak lain yang turut dituduh melakukan kecurangan.