Peneliti BRIN Soroti Program Prabowo-Gibran, Makan Gratis atau Buku Gratis?
Ilustrasi-screnshot-
PROGRAM makan bergizi gratis, menurut Peneliti BRIN Anggi Afriyansyah,lebih realistis, pasalnya mereka banyak menemukan sejumlah anak banyak yang tidak makan ketika berangkat sekolah.
--------------
"PAPUA misalnya, kami juga mendapatkan situasi di mana memang banyak anak-anak yang datang ke sekolah ini belum makan," ungkap Anggi pada Webinar P2G di Jakarta, 16 September 2024.
Hal ini lantas mengganggu proses belajar anak karena mereka harus menahan lapar ketika jam pelajaran berlangsung.
Di sisi lain, buku masih menjadi sesuatu yang mahal sehingga masih banyak anak yang kesulitan mengakses pendidikan, terutama membeli buku. Terlebih, tingkat literasi anak Indonesia masih rendah dibanding negara-negara lain.
BACA JUGA:Susu Ikan untuk Program Makan Gratis, Bisa Nggak?
Kendati kedua aspek tersebut memerlukan dana yang besar dalam penyediaannya untuk seluruh sekolah di Indonesia.
Terkait hal ini, Anggi memandang keduanya dalam dua perspektif, yakni human capital dan marxisme.
"Kalau pakai terminologi human capital, pilihannya itu di buku. Kalau pakai teologi marxisme, pilihannya itu di makan bergizi gratis," kata Anggi.
Anggi menyebut tidak ada konsep buku lapar jika melihat dari perspektif Marxisme.
"Dalam konteks Indonesia kan sebetulnya kita harusnya Pancasilais, jadi harus simultan sebetulnya.
Ia pun menyoroti bagaimana realisasi setiap program tersebut, baik segi administrasi, tata kelola, dan sebagainya karena ruang praktikalnya tidak mudah untuk diimplementasikan.
"Dalam konteks Indonesia kan sebetulnya kita harusnya Pancasila, jadi harusnya simultan," lanjutnya.
Ia pun memperhatikan betul bagaimana anak-anak di Papua masih kekurangan makanan.