Sederhanakan Kurikulum, Pangkas Jam Kerja Guru!
Ilustrasi-screnshot-
Bukan seperti sekarang muridnya libur, gurunya masuk kerja.
Keluhan yang sama disampaikan Nurul Hamidah, guru PPPK salah satu kabupaten di Jawa Timur. Dia mengungkapkan guru PPPK tidak ada libur sama sekali.
"Anak-anak kami di rumah libur tanpa didampingi. Demi mengikuti aturan kami harus mengorbankan anak-anak di rumah," ujarnya.
Nurul merasa seperti bekerja bukan layaknya guru yang didamba seperti dahulu. Guru di sekolah, guru sekaligus pendamping di rumah untuk anak-anaknya sendiri.
Para guru PPPK juga kadang bingung. Menjadi ASN senang, karena kesejahteraannya meningkat, tetapi harus mengorbankan keluarga.
"Sebenarnya, waktu libur sangat berarti untuk kami bersama keluarga. Hanya sekali dalam satu semester, selebihnya total di sekolah. Pulang sore dan jam 15.00 baru sampai rumah karena jauhnya jarak tempuh," tuturnya.
BACA JUGA:5 Peran Guru Penggerak dalam Menyukseskan Merdeka Belajar
Memang kata Nurul, PPPK bisa cuti, tetapi seorang guru tidak terbiasa kecuali kondisi darurat. Seharusnya ada kesempatan yang berimbang.
Seperti dilansir sebelumnya, guru honorer yang sudah diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) ternyata bebannya malah jadi numpuk. Bukan beban mengajar, tapi beban urusan adminstrasi.
Ini akibat mengikuti jam kerja layaknya aparatur sipil negara (ASN) non-guru.
Belum lagi masalah beban kerja guru imbas pemberlakuan kurikulum pendidikan.
Mereka merasa beban kerjanya bertambah banyak.
"Teman-teman guru PPPK mengeluh karena bebannya menumpuk," kata Ketua Forum ASN PPPK Kabupaten Jember Susiyanto.
Dia menyampaikan harapan dan permohonan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru untuk mengganti kurikulum pendidikan yang saat ini sangat membebani para guru.
Kurikulum pendidikan ini membuat guru PPPK dan PNS banyak disibukkan dengan mengerjakan administrasi yang sangat berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar.