CERPEN DENIS FEBI YOLANDA: Dun dan Ceritanya Tentang Tawa
ilustrasi cerpen-koranbabelpos.id-
Seperti biasanya kalau sudah begini aku akan meninggalkannya, kutaruh kertas itu di atas meja lalu pergi meninggalkan kapal pecah dan seisinya, termasuk ia di pojok sana dengan napasnya yang terengah sebab kelelahan.
Hari itu sudah menjelma menjadi kemarin, matahari yang malamnya pulang, kembali lagi hari ini dengan warnanya yang baru, aku masih mengisi amunisi dengan roti bakar sisa yang kubelikan kemarin saat meninggalkan rumah dan secangkir kopi susu yang akan kuhabiskan sebentar lagi.
BACA JUGA:CERPEN: Kebaikan Hati Si Beruang Madu
Duduk cantik di depan jendela menikmati akhir pekan dengan melupakan ruangan kemarin yang dihamburkan Dun masih belum ditangani.
Dun keluar dari kamarnya dengan tas bulu yang sangat tak sebanding dengan tubuh besarnya, rambutnya tersisir rapi dan mengkilat memancarkan cahaya mentari dari balik jendela, jarang kali ia mengenakan pakaian yang sudah digosok seperti hari ini, seolah hari yang istimewa.
“Kakak, ayo!” pintanya dengan senyum memelas yang selalu ia tampilkan di hadapanku.
Tak sampai hati melihat senyum dan persiapannya yang seolah sudah disiapkan dari pagi buta, aku hanya bisa mengiyakan permintaan sederhananya untuk kesekian kali.
Aku dan Dun berjalan kaki ke lapangan desa, Anak-anak tetangga sudah berkumpul sedari tadi. Mereka lantas tanpa basa-basi menertawakan Dun, terbahak-bahak seolah Dun pelawak andal di seluruh negeri.