Peneliti BRIN Sebut Negara Akan Kuat Karena Oposisi yang Kuat
Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor-Antaranews.com-
KORANBABELPOS.ID, JAKARTA - Sebuah negara akan kuat dan makmur bila unsur oposisinya juga memiliki kekuatan sesuai dengan prinsip demokrasi. Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Firman Noor.
Menurutnya hal itu sudah terbukti karena negara-negara yang paling makmur di dunia justru memiliki porsi oposisi yang kuat sebagai rekan pemerintah yang menjalankan pengecekan dan pengawasan.
"Jadi saya kira tidak masuk akal kalau ada oposisi berarti tidak stabil," kata Firman dalam kegiatan webinar bertajuk "Quo Vadis Demokrasi Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi", yang dipantau dari Jakarta, Senin (29/4/2024).
BACA JUGA:Ahok Disebut Masih Punya Keinginan ke Kursi Gubernur Jakarta
Sebelum putusan MK terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), menurut dia, konstelasi politik di Indonesia berpotensi memiliki oposisi yang kuat di parlemen yakni sebesar 57 persen.
Namun karena adanya wacana Partai NasDem dan PKB yang bergabung dengan koalisi pemerintahan mendatang maka potensi oposisi hanya sebesar 25 persen.
"Sekarang sepertinya oposisi akan menjadi minoritas, sekitar 25 persen saja atau lebih kurang, kandidatnya PKS dan PDIP," kata dia.
Dia memprediksi bahwa saat ini akan terjadi power regrouping atau rekonsiliasi politik hingga masa pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Partai-partai politik pun, menurut dia, bakal mencair dan bergerak sesuai dengan kepentingannya masing-masing.
Selain itu, menurut dia, ada sejumlah partai politik yang tidak terbiasa berada di luar pemerintahan maka partai tersebut pun bakal mencari cara untuk masuk ke dalam pemerintahan guna menghindari perpecahan di internal partai. "Dan akan gayung bersambut karena memang ini terkait dengan banyak hal," kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Politik BRIN Athiqah Nur Alami memandang strategi Prabowo dalam menjalankan pemerintahan kemungkinan menggunakan strategi yang sama seperti Presiden Joko Widodo (Jokowi) berupa ketiadaan oposisi yang nyata dan kuat.
BACA JUGA:Berdasarkan Rekam Jejak, PDIP dan PKS Berpeluang Jadi Oposisi
"Koalisi pemerintahan yang begitu gemuk dan ketiadaan atau lemahnya oposisi, maka proses check and balances yang proper tidak akan terjadi," ujarnya dalam diskusi tersebut.
Pernyataan Athiqah itu bukan tanpa alasan melihat Prabowo Subianto yang sangat aktif dan gencar membangun koalisi, tidak hanya dengan partai politik yang mendukungnya, melainkan juga partai politik pendukung pasangan calon lain seperti Nasdem dan PKB.
Menurut Athiqah, koalisi pemerintahan yang gemuk berisiko menurunkan kualitas demokrasi. Kondisi itu mengancam kelangsungan dan masa depan demokrasi di Indonesia. (ant)