Pentingnya Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Menjadi UU No 11 Tahun 2024 Tentang ITE di Indonesia
Dwi Fadilah-Dok Pribadi-
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.
Sayangnya, UU ITE dianggap banyak pihak membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Sejumlah pasal yang kerap disebut memuat aturan warisan pasal karet (haatzai artikelen) di antaranya pasal 27 ayat 1 dan 3, pasal 28 ayat 2, dan pasal 31 ayat 3.
UU ITE tersebut beserta pasal-pasal nya memiliki banyak kekurangan dan sangat perlu adanya perubahan yang harus dilakukan secepatnya agar tidak terjadi kejahatan ITE yang masih sering terjadi dalam masyarakat kita baik melalu medsos atau banyak lagi media lainnya. Pasal dalam UU harus memiliki kepastian hukum yang dalam arti kata adanya sangki pantas bagi para pelanggat UU ITE baik yang ringan atau pun yang sudah pelanggan berat.
Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang pasal-pasal UU ITE yang dianggap masih bersifat karet:
Pasal 27 ayat 1 UU ITE 1/2024 yang berbunyi Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengajarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum yang dirubah dari pasal yang awalnya berbunyi:
Pasal 27 ayat 1 UU ITE nomor 19 tahun 2016 bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat dari tindak pidana yang berhubungan dengan pornografi yang tentunya pasal tersebut diubah dan diperkuat menjadi cakupan lebih besar.
BACA JUGA:Esensi Paguyubuan Kelas
Pasal 27 ayat 3 UU ITE no 11 tahun 2008 berbunyi Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik" Yang dianggap pasal tersebut bersifat karet dan tentunya tidak memiliki ke pastian hukum.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE no 11 tahun 2008 berbunyi "perbuatan seseorang yang menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) diubah atau di revisi menjadi:
Pasal 28 ayat 2 UU ITE no 1 tahun 2024 berbunyi " Perbuatan seseorang yang menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) melalui media elektronik adalah perbuatan yang dilarang dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE nomor 1 tahun 2024.
Lalu, orang yang melanggar ketentuan tersebut dapat dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal RP.1 miliar" Yang diubah nya adalah penetapan pidana yang diterima dari pelanggar pasal uu ITE tersebut.
Pasal 31 ayat 3 UU ITE no 19 tahun 2016 berbunyi Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2,intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya ditetapkan berdasarkan undang-undang". diubah menjadi:
Pasal 31 ayat 3 UU ITE nomor 1 tahun 2024 berbunyi " Setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada dibawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan" Begitulah perubahan dari pasal uu ite pasal 31 ayat 3 UU ITE.
Damar Juniarto, Juru Bicara Safenet, mengatakan bahwa pasal penghinaan dan pencemaran nama baik lewat media massa yang ada dalam UU ITE sering dimanfaatkan pelapor untuk meredam upaya kritis masyarakat. Mayoritas para pelapor kebanyakan mereka yang memiliki kekuasaan, seperti politisi, kepala daerah dan pejabat tinggi lainnya.
BACA JUGA:Penggunaan Metode STOP pada Pembelajaran Sosial Emosional di Bimbingan Konseling