Kasus Tipikor Tata Niaga Timah 2015-2022, Seksinya Rp 271 Triliun!

Kondisi Ekologis Alam Babel Akibat Tambang Timah.-Dok-

Hanya soal ini pihak kejagung menghadirkan ahli lingkungan sekaligus akademisi di Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Bambang Hero Saharjo, yang melansir bahwa nilai kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam perkara ini, yaitu Rp271.069.688.018.700.  

Hal yang patut menjadi catatan dalam keterangan ahli ini adalah, itu kerugian ekologis atau kerusakan lingkungan Bangka Belitung (Babel) akibat penambangan timah --juga mungkin penambangan lain-- yang terjadi selama ini.  

Sementara, praktek penambangan timah itu sendiri terjadi sejak zaman kolonial Belanda, bahkan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya?  Bahkan dalam catatan sejarah oleh Sejarahwan Babel Akhmad Elvian, disebut eksploitasi dan eksplorasi timah sudah terjadi sejak tahun 1667.  Bahkan Belanda sendiri sudah mengeruk timah dan mengangkut timah dari daerah ini sebanyak 981.982 Ton.

Dan itu berarti, kerusakan alam atau lingkungan Babel juga sudah terjadi sejak zaman kolonial.

Kerugian Selama 2015-2022?

Satu hal yang juga perlu diingat adalah, secara spesifik pengusutan Kejagung dalam kasus Tipikor ini adalah selama 2015-2022 atau 7 tahun, dan itu semasa Dirut PT Timah Tbk dijabat oleh Mochtar Riza Pahlevi Thabrani (MRPT).  MRPT senditi sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama 2 direksi lainnya semasa itu, yaitu Emil Emindra (EE) selaku Direkur Keuangan, dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional PT Timah Tbk.

Lalu, dalam tiap relis Resmi kejagung juga selalu dicantum pengusutan dugaan Tipikor Tata Niaga Pertimahan 2015-2022.

BACA JUGA:Ahmad Dani Virsal Soal Dugaan Tipikor Timah: Saya tidak Terlibat

Nah, bagaimana kerugian negara menurut lembaga resmi seperti dari BPK atau BPKP?

“BPKP sudah masuk (untuk) menghitung (kerugian negara). Di kita (Jampidsus) itu melihatnya sangat besar sekali (kerugian negaranya). Triliunan itu. Kalau kecil, kita serahkan ke Kejari (Kejaksaan Negeri) saja,” demikian penjelasan Jampdisus Kejagung, Febrie Adriansyah, Kamis 4 Januari 2024 lalu.

Sementara bagaimana angka Rp 271 Triliun??

Sekali lagi, angka Rp 271 Triliun itu adalah kerugian atau kerusakan lingkungan Babel sebagai dampak penambangan --timah terutama, tapi ada juga komoditas tambang lain--  tanpa menyebutkan penambangan dari tahun berapa ke tahun berapa?

Apakah ada hitung-hitungan kerusakan lingkungan selama 7 tahun (2015-2022) yang tengah dalam pengusutan itu?  Bukankah penambangan dan eksploitasi lingkungan di Babel ini sudah terjadi sejak zaman Kolonial Belanda?***

 

 

Tag
Share