Menolak Gratifikasi di Hari Raya

Oleh Des Kurniawan-Dok Pribadi-

Di saat menunggu buka puasa hp penulis muncul notifikasi dari rekan lama di Komisi Pemberantasan Korupsi yang ternyata berisi tentang Surat Edaran terkait edaran pencegahan dan pengendalian Gratifikasi di hari raya. Melalui edaran ini KPK mengingatkan semua Penyelenggara Negara  mulai Para ketua/Pimpinan Lembaga Tinggi Negara sampai dengan PNS agar mendukung upaya pencegahan korupsi ,khususnya pengendalian gratifikasi terkait hari raya keagamaan atau perayaan hari besar lainnya. 

 

Oleh Des Kurniawan, S.H. (PNS Bangka Barat)

 

PNS dan Penyelenggara Negara  juga wajib menjadi teladan yang baik bagi masyarakat  dengan tidak melakukan permintaan,pemberian,dan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,dan tidak memanfaatkan hari raya untuk melakukan perbuatan atau tindakan koruptif.Permintaan dana atau hadiah sebgai Tunjangan Hari Raya merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.

Sebenarnya apa sih gratifikasi itu? Gratifikasi adalah semua pemberian yang diterima oleh pgawai negeri atau penyelenggara negara. Pemberian yang bagaimanakah  yang termasuk gratifikasi? Yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya. 

BACA JUGA:Menjaga Adab Kunci Utama dalam Bekerja

Banyak orang khususnya penyelenggara negara yang tidak tahu apa itu gratifikasi? walaupun tahu pemberian dari orang lain dianggap hal biasa atau lumrah atas imbal jasa proyek yang didaapat dari pemborong atau pihak lain. 

Beberapa tahun yang lalu penulis mendapat telepon dari staf penulis yang saat itu bersama sopir pejabat mau memberikan parsel menjelang hari raya kepada beberapa instansi, kemudian penulis jelaskan bahwa perbuatan tersebut masuk gratifikasi dan dapat diancam pidana sehingga mereka balik kanan.

Gratifikasi kadangkala dihubungkan budaya orang Indonesia sebagai bentuk ucapan terima kasih, tali asih atau sebutan lainnya. Munculnya pasal gratifikasi itu dilatarbelakangi maraknya pemberian parsel kepada pejabat-pejabat atau mitra kerja pada era tahun 2000 dan masih dilakukan sekarang walau wujudnya bukan lagi berupa parsel tapi bermacam-macam bentuk baik berupa amplop,gaget,vocer hotel,vocer belanja dan sebagainya.

Dari historinya, berdasarkan catatan I Tsing pada abad ke VII praktek pemberian hadiah hadiah dilakukan oleh pedagang dari Campa dan Cina dalam upaya membuka jalur perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya. I Tsing menceritakan para pedagang memberikan koin-koin perak kepada para prajurit agar dapat menemui kerabat kerajaan guna mempermudah berdagang dan menjalin komunikasi.

Menurut KPK, gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai atau penyelenggara negara yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap atau pemerasan sehingga grtatifikasi dianggap sebagai akar korupsi. 

Gratifikasi dilarang karena dapat mendorong pegawai negeri/penyelenggara negara (Pn/PN) bersikap tidak objektif, tidak adil dan tidak profesional terhadap pihak lain dan atau penyedia jasa/pemborong sehingga pegawai negeri/penyelenggara negara tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 

BACA JUGA:Lebaran Raih Kemenangan, Jangan Jadi Beban

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan