Perang Sarung Jadi Ajang Bertarung, Kenakalan Remaja Makin Tak Terbendung
Nurul Aryani-Arsip Babel Pos-
Ini menandakan walaupun sudah akil baligh alias sempurna akalnya dan juga sudah melewati masa kanak-kanak namun remaja hari ini belum memiliki kematangan dalam berpikir. Berpikir serba praktis dan standar senang-senang semata telah telah menuntun remaja pada perbuatan yang jauh dari kata terpuji.
Kedua, jauhnya remaja dari agama. Kehidupan yang dibangun dengan asas sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) telah menjauhkan remaja muslim dari agamanya. Pandangan hidup sekuler telah membuat para remaja tidak menjadikan agama untuk mengatur kehidupan. Agama hanya dipandang ritualitas belaka dan tidak diambil untuk mengatur kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam berprilaku.
Akhirnya perilaku remaja menjadi serba bebas (liberal) sesuai trend atau sesuai hawa nafsu.
Nilai-nilai islam dianggap tidak penting dalam kehidupan. Mereka enggan dekat dengan agama sebab nanti khawatir dibilang alim atau sok suci dan tidak kuat mental menerima ejekan. Sehingga jauhnya pemuda dari nilai-nilai islam telah menyeret mereka ke dunia yang kelam.
Ketiga, faktor lingkungan dan tontonan. Adanya geng-geng di lingkungan sekolah atau tempat dimana mereka tinggal telah membuat remaja tergiur menjadi bagian dari geng ini. Biasanya ini dilakukan untuk eksistensi diri dan mendapat pengakuan dari teman sekaligus mendulang popularitas instan.
BACA JUGA:10 TANDA LEMAHNYA IMAN
Para remaja juga dipengaruhi oleh tontonan yang akhirnya jadi tuntunan. Sebagai salah satu penikmat media sosial terbesar, remaja begitu beresiko terpapar konten kekerasan. Banyak konten kekerasan dengan mudah bisa diakses atau bahkan lewat dengan sendirinya.
Belum lagi banyaknya game online yang bertema perkelahian, tembak-tembakan dan berdarah-darah. Makin seringnya remaja terpapar konten kekerasan akan membuat jiwa muda mereka ingin mencoba hal serupa. Akhirnya adrenalin yang meningkat yang dirasakan ketika tawuran telah membuat remaja ketagihan dan berulang melakukan tawuran.
Keempat, Kurangnya perhatian orangtua dan masyarakat kepada generasi. Kesibukan orangtua atau kurangnya perhatian mereka membuat anak remaja yang butuh ditemani merasa kurang kasih sayang dan perhatian. Akhirnya remaja lebih suka bersama teman dan lebih mudah diarahkan teman.
Kepedulian masyarakat terhadap perilaku menyeleweng juga makin redup. Kita bersyukur dengan adanya masyarakat yang masih mau melapor polisi jika melihat anak-anak kumpul dengan mencurigakan, namun banyak juga yang memilih cuek dan tidak peduli.
Kita menyadari bahwa modernitas sedikit demi sedikit telah mengikis kepedulian ditengah masyarakat. Kehidupan yang makin sulit dan modern telah membuat sebagian masyarakat kian individualis dan tersibukkan. Aktivitas saling menasehati mulai redup, akibatnya ditengah-tengah masyarakat banyak yang tidak segan dan tidak malu berbuat kerusakan.
Kelima, kurangnya efek jera. Remaja berulang melakukan tawuran walau sudah pernah diamankan menandakan tidak adanya rasa jera dalam diri mereka. Hal ini wajar sebab di Indonesia usia 18 tahun ke bawah masih dianggap anak-anak. Sekalipun mereka menghilangkan nyawa orang lain namun mereka tidak bisa dihukum maksimal.
Apalagi jika tawuran tidak sampai menghilangkan nyawa, hukumannya hanya membuat surat bersalah atau kurungan penjara. Besok-besoknya mereka akan kembali lagi berkeliaran di jalan siap-siap tawuran. Tidak adanya efek jera dalam diri pelaku tawuran membuat mereka terus berani melakukan kesalahan yang sama.
Islam Selamatkan Remaja